Jumat, 18 Maret 2011

SEMUA INDAH PADA WAKTUNYA

Oleh: Sr. Patricia Lestari PMY

Pengantar
Untuk pertama kalinya saya mengikuti pertemuan Vincentian Family in Asia Oceania. Pertemuan ini diselenggarakan di Thailand, Bangkok pada tanggal 8 s.d 13 November 2009. Dari awal pembukaan, materi-materi yang disampaikan hingga akhir pertemuan semuanya sangat menarik. Bukan hanya karena tempat, suasana dan pesertanya yang menyenangkan, tetapi materi-materi yang disampaikan oleh para penyaji memang sangat bagus dan menarik. Materi menjadi bagus dan menarik karena apa yang disampaikan bukan hanya sekedar teori, tetapi suatu pengalaman yang direfleksikan dan akhirnya dirumuskan sehingga terasa sangat hidup dan nyata. Semua mengalir dengan segala keindahannya. Inilah salah satu wujud dari semangat St. Vinsensius : Aksi – Refleksi dan Kontemplasi – Aksi, entah terumuskan dalam tulisan ataupun langsung dalam praksis.
Dari bermacam-macam materi yang disampaikan, ada satu materi yang bagi saya sungguh sangat bagus dan menarik yaitu “I Have a D. R. E. A. M”. Menurut nara sumber, “D. R. E. A. M” singkatan dari “Drug Resource Enhancement against AIDS and Malnutrition”. Ini merupakan sebuah projek rehabilitasi bagi para penderita AIDS/HIV dan kekurangan Gizi di Afrika. Secara khusus bagi para wanita yang mengandung, bayi yang terlahir dalam keadaan terkena AIDS/HIV dan kekurangan gizi atau bahkan bisa dikatakan gizi sangat buruk. Memang menjadi keprihatinan dunia bahwa sebagian perempuan dan anak-anak meninggal dikarenakan oleh virus AIDS/HIV dan gizi yang sangat buruk.
Gambaran singkat tampak dari pengalaman Anna Maria yang datang ke DREAM Center di Matola, Mozambique. Dia positif terkena AIDS/HIV, suaminya meninggalkan dirinya dengan ke enam anaknya. Dalam kondisi yang serba sulit dan memprihatinkan, ia tahu bahwa harus menanggung kehidupan keenam anaknya, tetapi sekaligus sadar juga bahwa kematian akan segera tiba baginya. Pergulatan yang sangat berat baginya, tetapi ia terus berjuang supaya tetap bisa hidup. Akhirnya ia bisa menemukan tempat yang tepat untuk kehidupan selanjutnya. Tuhan menunjukkan jalan yang aman baginya, karena Anna Maria mengikuti Projek DREAM di mana ia memperoleh kesembuhan, dan anak-anaknya pun dapat hidup dengan sehat. Saat ini Anna Maria aktif dalam kegiatan memerangi AIDS/HIV, ikut membantu para penderita AIDS/HIV seperti yang pernah ia alami sendiri.
Dalam tulisan ini, saya mencoba mengartikan Judul “I Have a D. R. E. A. M” dalam konteks yang berbeda. Kalau di dalam pengalaman Anna Maria dan para penderita AIDS/HIV serta kekurangan gizi, mereka mendapatkan kesembuhan dan benar-benar mengalami kepulihan dari kondisi yang tanpa harapan menjadi hidup yang penuh harapan dan syukur. Dari perjuangannya antara hidup dan mati, antara keinginan untuk sembuh dan hidup wajar seperti sedia kala dan tidak terisolir karena sakitnya, dengan kenyataan yang mengharuskan mereka terasing dari dunia yang semestinya bisa mereka nikmati. Ternyata harapan, keinginan, bahkan impiannya terjawab karena mereka memperoleh kembali keindahan hidup yang pernah hilang setelah mereka bergabung dan mendapatkan perhatian penuh kasih dari Projek DREAM. Pasti sebelum bergabung dengan Projek DREAM, Anna Maria dan penderita AIDS/HIV lainnya tetap mempunyai sejuta mimpi untuk sembuh dan hidup lebih lama, apalagi sakitnya bukan karena kesalahannya sendiri secara langsung.
Di sini saya mengartikan “I Have a D. R. E. A. M” sebagai :”Aku Punya Mimpi”, mimpi-mimpi tentang karya-karya yang dikerjakan oleh Kongregasi beserta anggotanya, dan saya adalah salah satu anggota Kongregasi yang juga punya mimpi dan terlibat untuk mengaktualisaikannya dalam karya nyata. Menyitir Novel Andrea Hirata “Sang Pemimpi”, siapapun yang membaca novel tersebut akan percaya pada kekuatan cinta, kekuatan mimpi dan pengorbanan, tetapi terlebih percaya kepada Tuhan yang mewujudkan impian manusia

Impian adalah Sebuah Proses
Saya mengawali refleksi ini dari bahan yang disajikan oleh Pater Robert Maloney CM tentang keindahan dan keajaiban Tuhan yaitu pertumbuhan benih yang mengalami proses pertumbuhan dari sebutir biji atau benih yang amat kecil, ditabur di tanah yang sudah diolah dengan pupuk kompos , tumbuh sebagai kecambah hingga menjadi tanaman yang indah.
Sebelum benih ditaburkan, seseorang perlu menyiapkan tanah dan mengolahnya supaya benih bisa tumbuh dengan baik. Tidak ada istilah kotor atau bahkan menjijikkan bagi orang yang mau bercocok tanam. Karena untuk memperoleh tanah yang subur, mesti mau bersusah-susah dan bersedia untuk menjadi kotor, mau bergaul dengan pupuk kompos yang berbau tidak sedap untuk memperoleh gizi bagi tanah dan tanaman yang baru. Dari tanah yang telah disiapkan dan diolah dengan diberi pupuk, disiram dengan air, akhirnya benih yang ditaburkan di atasnya bisa tumbuh dan berkecambah. Mulai dari bakal daun yang hanya berjumlah satu helai bertambah menjadi dua, bakal batang yang kecil mungil pun semakin nampak mencuat panjang. Dan dari kecambah yang tumbuh nampak bahwa telah ada kehidupan, dan kehidupan itu terus berlangsung hingga nampak dengan jelas apa jenis dari tanaman yang baru tersebut yaitu bunga Matahari yang sangat indah, besar bentuknya, tajam warnanya. Suatu proses yang sederhana, dari sesuatu yang belum jelas menjadi jelas, dari tidak ada menjadi ada. Sebutir biji yang dipilih adalah bakal benih yang bisa tumbuh, berkembang dan akhirnya menampakkan wajah aslinya, semuanya itu merupakan sebuah proses yang mesti diikuti dengan kesabaran, ketekunan dan keyakinan bahwa Tuhanlah yang menyelenggarakan kehidupannya (Bdk. Mrk. 4 :26-29).
Tidak jauh berbeda dengan tumbuhnya sebuah tanaman yang hidup melalui sebuah proses untuk “MENJADI”, dari benih yang sangat kecil menjadi tanaman yang sangat indah dan menarik, dengan apa yang dikerjakan oleh Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef dalam karya-karyanya. Setelah 190 tahun hidup dan berkarya, dengan segala perjuangan jatuh bangun, gagal dan sukses, pasang surutnya Kongregasi, Kongregasi masih tetap konsisten dengan karya warisan yaitu pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus tunarungu dan butatuli. Karya warisan tersebut masih tetap ada dan sebagai pewarisnya kami tetap memeliharanya hingga saat ini. Sungguh suatu anugerah Tuhan bahwa di dalam Konstitusi Kongregasi yang sangat kental diwarnai oleh Semangat St. Vincentius, kami terus diajak untuk terbuka terhadap kebutuhan zaman, sehingga selain karya warisan yang harus kami lanjutkan, kami tetap terbuka untuk karya baru tanpa meninggalkan semangat melayani orang kecil, tersingkir dan yang lemah di masyarakat. Ada beberapa karya baru yang awalnya adalah sebuah impian tetapi karena sebuah keyakinan bahwa Tuhan menghendakinya, dan setelah melalui dialog, refleksi dan doa maka Kongregasi menanggapi dan mengerjakannya.
Walaupun apa yang kami kerjakan bukan sebuah karya yang spektakuler seperti yang dikerjakan oleh Pater Pedro Opeka CM yang juga hadir untuk mensharingkan perjuangannya di tengah-tengah “Dunia Sampah” menjadi “Dunia yang Ramah” yang tertuang di dalam tulisannya The Story of “AKAMASOA”, a Community of Good Friends. Namun kami yakin bahwa apa yang kami kerjakan untuk membantu sesama terutama mereka yang sangat membutuhkan merupakan kehendak Tuhan. Dari berbagai pengalaman misalnya, Pater Pedro Opeka CM dengan mengubah Sampah menjadi Berkah, Pater Norberto Carcellar CM yang mengubah kelemahan menjadi kekuatan dalam hal ekonomi dengan mendirikan Credit Union di daerah perkampungan kumuh hingga mereka mempunyai rumahyang layak huni, juga apa yang dikerjakan oleh Fr. Lou Quinn di Republik Dominica yang mengubah tanah gersang menjadi irigasi yang bisa memberi kesuburan tanah dan memberi kehidupan bagi masyarakat setempat, saya semakin diyakinkan bahwa karya-karya entah besar ataupun kecil yang ditangani oleh persorangan ataupun oleh Kongregasi berawal dari sebuah impian yang kemudian dalam perjalanan waktu mewujud menjadi sebuah kenyataan yang tak terelakkan dan mesti dikerjakan.
Karya pelayanan Kongregasi kami untuk anak berkebutuhan khusus buta tuli, awalnya sangat sederhana. Ada satu anak yang sekolah di SLB/B Dena Upakara milik Kongregasi yang secara kebetulan kedua alat komunikasinya tidak berfungsi dengan baik, mata dan telinganya tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya. Ketiadakmampuannya untuk berkomunikasi dikarenakan buta dan tuli. Sebenarnya Kongregasi ingin (bermimpi) bisa melayani anak-anak yang berkebutuhan lebih khusus lagi yaitu butatuli. Ternyata pada saat yang sama ada tawaran dari Helen Keller Stichting Belanda supaya Kongregasi membuka Sekolah untuk Anak Butatuli, tentang dana dapat diusahakan. Setelah melalui proses, akhirnya saat ini telah berdiri gedung sekolah SLB/G-AB Helen Keller Indonesia dengan 20 murid yang dilayani. Semua itu bisa terjadi berkat bantuan dan kerjasama yang baik antara Kongregasi, Lembaga-lembaga dana, Pemerintah, masyarakat dan terutama bekerjasama dengan rahmat Tuhan yang menghendakinya.
Demikian juga dengan karya Pemberdayaan Masyarakat Kecil terutama petani. Sebenarnya karya ini berangkat dari keprihatinan bersama seluruh anggota Kongregasi mengenai ‘nasib’ para petani, semakin rusaknya lingkungan hidup serta rendahnya pendidikan anak-anak di pedesaan berhubung kemiskinan yang permanen. Kongregasi mengawali karya dari bawah artinya belajar bersama dengan orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama dan dengan petani yang mau kembali pada alam, yang menghayati kearifan lokal. Selain itu juga terdorong untuk ikut serta gerakan penyelamatan bumi, menggalakkan konsumsi makanan organik untuk kesehatan, melestarikan tanah dan lingkungan hidup tanpa bahan kimia. Kongregasi memulai dengan sesuatu yang kecil misalnya, terbuka terhadap kerjasama, proaktif tetapi sekaligus selektif terhadap perkembangan dunia dan mencoba untuk menanggapi kebutuhan masyarakat yang sungguh-sungguh lemah. Maka untuk menanggapi kebutuhan seperti tersebut di atas, Kongregasi mulai dengan Karya Pemberdayaan Masyarakat Kecil terutama Petani. Dan untuk mendukung ekonomi rakyat, Kongregasi mencoba memberdayakan orang-orang setempat dan bekerjasama dengan pengembang ekonomi kerakyatan untuk mendirikan Credit Union (CU Lestari) yang bertujuan membantu masyarakat ekonomi lemah.
Menjalin kerjasama untuk sebuah karya memang tidak bisa diabaikan. Saat ini Kongregasi bisa berkarya kembali melayani orang-orang lanjut usia berkat kerjasama yang cukup kuat di antara pihak Keuskupan, salah satu Kongregasi Imam, Kongregasi PMY sendiri dan donatur. Dari ke-empat komponen itulah muncul nama yang indah untuk Panti Wreda yang didirikan yaitu Panti Wreda Catur Nugroho atau Empat Anugerah bagi lansia karena mereka mendapat pelayanan dari empat komponen tersebut. Apabila saat ini telah berdiri gedung megah dengan fasiltasnya dan bisa melayani 35 orang lanjut usia, itu pun berawal dari sebuah impian baik dari Kongregasi, Keuskupan maupun dari orang-orang yang peduli pada orang-orang lanjut usia yang terlantar, tersingkir, tak terawat berhubung keluarga harus mencari nafkah. Memang membutuhkan waktu lama untuk mewujudkan mimpi, tetapi apabila Tuhan menghendaki, semuanya bisa terjadi dan mewujud.

Penutup
Sebenarnya masih banyak mimpi-mimpi indah untuk karya-karya ke depan, tetapi kami sadar tidak mudah juga untuk mewujudnyatakan impian itu. Tetapi dengan mengikuti pertemuan FamVin kali ini, saya secara pribadi diteguhkan karena apa yang kami lakukan selama ini mendekati tema sentral yaitu “Systemic Change” - perubahan sistemik adalah usaha melawan kemiskinan supaya terjadi perubahan yang berarti bagi mereka yang miskin (mental, spiritual, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan) supaya orang miskin bisa hidup layak. Proyek besar yang dimulai dari yang kecil ini bisa dikerjakan apabila ada kerjasama dengan berbagai pihak, namun terutama dengan mereka yang dilayani supaya mereka sungguh berdaya dan mandiri. Satu hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah bekerjasama dengan rahmat Tuhan dalam doa dan refleksi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by kevin indonesia  |  Template by Blogspot tutorial