Jumat, 18 Maret 2011

KISAH-KISAH “GERAKAN SISTEMIK” (SYSTEMIC CHANGE)

Rm. Armada Riyanto CM

***
Kisah satu:
KISAH DARI PINGGIRAN “SUNGAI OKOA”
(REP. DOMINIKANA, AMERIKA LATIN)

Kisah terjadi sebagai sebuah drama kehidupan sehari-hari. Di pinggiran sungai Okoa (aslinya tertulis Ocoa), terletak nun jauh di belahan benua Amerika Latin, terdapat sebuah stasi dengan beberapa ratus keluarga.
Selama bertahun-tahun penduduk hidup dari pertanian. Mereka bercocok tanam, memanen hasilnya, sebagian dimakan dan sebagian yang lain dijual. Demikian keseharian mereka sejak nenek moyangnya.
Tetapi, bencana terjadi beberapa tahun terakhir ini. Anak-anak yang baru lahir cepat mati. Sementara yang sudah agak besar tidak mendapat nutrisi yang baik. Akibatnya, mereka tidak tumbuh dengan sehat. Sementara yang sekolah tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena biaya tidak ada lagi. Yang dewasa menjadi pengangguran. Keluarga-keluarga muda sering cekcok, karena suami tidak memberikan uang belanja cukup. Yang lain menjatuhkan diri dalam minum yang berlebihan karena frustasi.
Mengapa semuanya itu terjadi?
Romo Lo (Romo Louis), misionaris dari Kanada yang sudah berkarya di wilayah itu sangat prihatin. Secara telaten Romo Lo mengajak berkumpul tokoh-tokoh umat untuk saling mendengarkan. Mereka saling tukar pandangan, mengapa “bencana” itu terjadi di dalam hidup mereka setiap hari.
Mereka menyebut semua itu terjadi karena kekurangan uang. Tetapi, ada juga yang bertanya, mengapa mereka kekurangan uang? Beberapa berkata, karena tidak ada lagi pekerjaan. Kenapa mereka tidak bekerja? Tidak sedikit yang berterus-terang, tanah mereka kini kering. Tanah tidak bisa diapa-apakan lagi. Mengapa tanah kering? Tidak ada air. Mengapa tidak ada air? Hujan tidak lagi turun dengan teratur, seperti beberapa tahun yang lalu. Sungai Okoa pun kini mengering. Wilayah hutan di sekitar itu sudah rusak oleh pembabatan yang tak bertanggung-jawab.
Jadi, sampai di sini, dalam kesempatan “rembugan bersama”, mereka sampai pada kesimpulan bahwa sebab dari segala bencana hidup mereka adalah KEKURANGAN AIR.
Kini, Romo Lo dan tokoh-tokoh umat stasi mengakhiri pertemuan dengan doa khusus mohon bantuan Tuhan agar mengirimkan air ... Apakah Tuhan mengabulkan permohonan mereka???
Penyelenggaraan Tuhan berliku. Kerap kali datang secara tidak terduga. Demikian juga dengan apa yang terjadi pada umat stasi di pinggiran sungai Okoa. Hari itu, Romo Lo kedatangan beberapa mahasiswi dan mahasiswa. Mereka ingin mengenal wilayah itu untuk “survey lapangan”, melihat kemungkinan apakah mereka bisa tinggal bersama mereka nantinya. Romo Lo seperti biasa menyambut mereka dengan kesederhanaan dan keramahan ala kadarnya.
Di antara mahasiswa mahasiswi yang berkunjung, ada seorang gadis yang ayahnya adalah seorang Ketua Konferensi SSV di Amerika. Gadis itu, sebutlah Anna namanya. Anna pulang dan cerita kepada ayahnya tentang apa yang dilihat dan dirasakannya. Anna tidak berkata banyak, kecuali dengan tegas minta kepada ayahnya, Jack Esham namanya: “Papa harus ke sana untuk melihat umat di pinggiran sungai Okoa!”
Jack seorang aktivis SSV yang sehari-harinya di tengah kesibukan kerja dan waktu untuk keluarga. Dalam kesempatan kunjungannya ke Okoa ia melihat dan merasakan kemiskinan yang benar-benar sebuah bencana, menggerogoti kehidupan sehari-hari anak-anak, remaja, kaum muda, dan keluarga. Mereka tidak punya pekerjaan. Akibatnya, mereka tidak punya cukup uang. Ketidak-cukupan uang membuat mereka tidak bisa makan dengan baik, sebagai konsekuensinya selanjutnya banyak yang sakit dan cepat mati terutama bayi dan anak-anak. Tidak punya uang juga membuat mereka tidak mampu mengirim anak ke sekolah. Ketika mereka tidak ke sekolah, mereka tidak mampu tumbuh dengan baik, tidak punya bekal masa depan. Dan, begitulah lingkarannya kembali lagi, ketika mereka tidak mampu sekolah, mereka tidak terdidik dan mereka juga pasti kehilangan kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang layak. Ini sebuah lingkaran sebab-akibat yang tiada putus. Sebuah lingkaran setan.
Jack mendengarkan Romo Lo dan umat di pinggiran sungai Okoa, apa yang bisa dikerjakan untuk “memotong” rantai lingkaran setan ini?
Tokoh-tokoh umat dan Romo Lo berkata, mereka bisa “menghidupkan kembali” lahan-lahan tanah mereka yang kering, dan mengolah tanah kembali asalkan ada air. Tetapi bagaimana mendatangkan air? Ada air, tetapi di tempat yang jauh di sana, di bukit atas yang jaraknya beberapa kilometer. Dibutuhkan biaya beberapa ratus juta untuk pemasangan pipa sekaligus dengan biaya pembangunan dan perawatannya.
Jack mendengarkan rancangan mereka, sembari berkata bahwa jika ada bantuan, tetap diperlukan kolaborasi yang tetap dan kokoh dari umat untuk merealisasikan proyeknya.
Jack kembali ke Amerika dengan segudang rancangan bantuan. Mulailah Jack mengerahkan konferensi-konferensi SSV di Amerika untuk mengumpulkan dana bantuan. Dan, ketika berhasil didapat beberapa ratus juta, dimulailah proyek itu.
Okoa kembali teraliri air. Sawah menjadi menghijau lagi. Mereka menanam pohon disekitarnya untuk penahan air dan konservasi kesuburan tanah. Lahan bisa ditanami dan dipanen. Mereka mendapatkan kembali makanan yang cukup. Kematian dini anak-anak bisa ditekan seminimal mungkin. Sekolah pun juga dapat dibangun.
Dan, umat di pinggiran sungai Okoa pun kini mendapatkan KEHIDUPAN mereka kembali. Senyum dan keceriaan anak-anak pun kini menebar keindahan. Itulah, kisah systemic change. Kisah yang berupa
- KESADARAN BERSAMA bahwa mereka telah dirundung kemiskinan;
- GERAKAN BERSAMA bahwa mereka bisa melepaskan diri dari kemiskinan dengan kerja bersama dan “mencari bantuan” dari Tuhan dan sesama (SSV);
- PERUBAHAN SISTEM KEHIDUPAN sehari-hari yang diupayakan BERSAMA.

***
Kisah dua:
DRAMA DREAM (MIMPI) MARIA, PENDERITA AIDS
(MOZAMBIK, AFRIKA)

MARIA adalah seorang ibu biasa, sederhana. Suaminya seorang tukang bangunan. Mereka dikarunia lima anak yang masih kecil-kecil. Yang keenam masih ada dalam kandungan. Mereka hidup rukun dalam keterbatasan sampai “bencana itu” datang dan menghancurkan segalanya. MARIA dijumpai menderita HIV atau AIDS, pengidap virus pembunuh kekebalan dan merupakan virus mematikan. Menurut catatan WHO, badan kesehatan PBB, AIDS telah membunuh 2,1 juta manusia di tahun 2007. Sebagian besar korban ada di Afrika.
MARIA mengalami sendiri kini. Bencana itu seakan sambaran petir di siang bolong dalam kehidupan sehari-harinya. Secara tiba-tiba suami meninggalkannya bersama anak-anak. Di kampungnya, berita itu menyebar. Tetangga dan keluarganya juga “mengisolasikannya”, mereka menjauh dari MARIA. Semua takut mendekat dan berhubungan dengannya, karena takut tertular dan segudang alasan lainnya. Di beberapa wilayah di Afrika, HIV adalah penyakit kutukan.
MARIA, ibu yang tak bekerja, sekarat menjalani kehidupan bersama anak-anaknya lima dan satu lagi masih di kandungannya. Setiap hari adalah hari yang gelap baginya. MARIA ingin bunuh diri, melepaskan diri dari kepekatan hidup hariannya. Toh, dia melihat dirinya tidak lebih dari seorang mayat hidup belaka. Tidak berguna. Tidak pula bisa menghidupi anak-anaknya. Dan, ia juga membayangkan kengerian terhadap janin bayi yang ada dalam kandungannya, yang kelak jika ia lahir, akan pula mengidap virus mematikan. Setiap hari air mata terkuras, merenungi bencana hidupnya.
Sampai suatu saat, MARIA ambil bagian dalam proyek pelayanan pengobatan yang disebut DREAM, sebuah proyek yang dikerjakan oleh Komunitas San Egidio dan Suster-Suster Puteri Kasih bersama beberapa lembaga LSM kemanusiaan.
Ketika MARIA datang, wajahnya kusam, lusuh, pucat dan kurus kering. Benar, ia seperti mayat hidup. Pengobatan dijalankan setiap hari. Dewasa ini, pengobatan yang teratur akan dapat menekan menyebarnya VIRUS di dalam tubuhnya. Dan, benar. Berkat kemurahan Tuhan dan ketekunannya datang untuk berobat, tubuh MARIA perlahan-lahan merespon pengobatan. Tubuhnya mulai bisa melawan hebatnya serangan virus HIV.
MARIA seperti mengalami hidup lagi, ketika tiba saatnya untuk melahirkan, bayi yang telah dilahirkannya TIDAK terkontaminasi VIRUS.
MARIA kini menjadi simbol Systemic change dalam kehidupan sehari-hari bagi orang yang mengalami bencana yang sama, sebuah bencana yang menghancurkan seluruh hidup seseorang. MARIA menjadi simbol bahwa kita bisa mengalahkan penyakit yang membuat kematian begitu dekat. MARIA menjadi contoh bahwa kehidupan yang lebih baik itu mungkin walaupun kesulitan demikian hebat. MARIA telah meraih mimpinya. Dan, demikianlah mimpi-mimpi itu agar juga terjadi di dalam hidup sehari-hari kita, di tetangga-tetangga kita, di teman-teman kita.
Mimpi (DREAM) MARIA adalah mimpi dari setiap penderita AIDS. DREAM adalah singkatan dari “Drug Resource Enhancement against AIDS and Malnutrition” (Pemberian bantuan obat-obatan secara luas untuk penanggulangan AIDS dan Malnutrisi).

***

Kisah tiga:
KISAH DARI PARA PEMULUNG DI AKAMASOA
(Madagaskar, Afrika)

AKAMASOA adalah bahasa Madagaskar (Malagasy) yang berarti “Komunitas dari para sahabat baik.” Kisah ini demikian terkenal di Madagaskar dan dunia karya cinta kasih. AKAMASOA adalah gerakan cinta kasih bersama-sama.
Diawali oleh seorang Romo CM bernama, Pedro Opeka. Ia berasal dari Argentina tetapi ayah ibunya dari pengungsi dari Eropa (Slovenia). Pedro Opeka CM adalah misionaris. Dalam kegiatannya sebagai misionaris, dia mengunjungi wilayah-wilayah miskin di ibu kota Madagaskar, Tannarive. Suatu saat dia menjumpai wilayah dengan kemiskinan hebat di sudut ibu kota Madagaskar, di wilayah pembuangan sampah.
Romo Pedro CM mengunjungi dengan ketelatenan. Ia berkenalan dengan mereka. Kerap pula dia dicemooh sebagai “kulit putih.” Diperlukan kira-kira enam bulan atau lebih bagi Romo Pedro untuk memiliki relasi yang baik dengan mereka. Sampai suatu saat, Romo Pedro bersama-sama dengan orang miskin di sekitar mulai membangun rumah yang pantas bagi mereka, sekolah yang layak, dan pendirian beberapa aktivitas untuk lapangan pekerjaan.
Romo Pedro CM kini telah bekerja lebih dari dua puluhan tahun bersama orang-orang miskin AKAMASOA, dan bersama-sama mereka telah mendirikan 2000 unit perumahan yang layak bagi lebih dari 17000 orang, di antaranya lebih dari 8500 anak-anak usia sekolah. Hingga saat ini Romo Pedro Opeka CM yang mencintai sepak bola masih sehat dan tengah merencanakan hal-hal yang lebih besar lagi untuk kemandirian orang-orang miskin di AKAMASOA.
Karya Romo Pedro Opeka CM dipandang sebagai kisah systemic change, BUKAN karena besarnya melainkan karena KEBERSAMAANNYA. Karya itu lahir dan berkembang serta hidup dari GERAK BERSAMA para sahabat kaum miskin.

***

Kisah keempat:
RUMAH PARA PEMULUNG PAYATAS
(Manila, Filipina)

Kisah ini berasal dari pinggiran kota metropolitana Manila, negara tetangga kita. Kisahnya sederhana. Di pinggiran kota besar Manila, terdapat wilayah untuk pembuangan sampah. Wilayah itu sangat luas, sampah menggunung, berasap karena bau dan karena pembakaran yang merembet. Udara sangat buruk. Mudah diduga, yang tinggal di situ hanyalah mereka yang tidak mendapat pekerjaan, mereka yang miskin, mereka yang tak memiliki pekerjaan tetap yang cukup.
Jumlah para pemulung miskin sangat banyak. Mereka hanya kerap mendirikan gubuk-gubuk sederhana di atas tumpukan sampah atau di pinggiran pembuangan wilayah sampah itu. Tetapi, itu bukan rumah mereka. Itu bukan tanah mereka. Itu bukan hak milik mereka. Singkat kata, mereka adalah homeless people (orang-orang yang tak memiliki rumah).
Beberapa Konfrater, romo-romo CM, membantu mereka dalam cara yang unik. Para Romo ini bekerjasama dengan beberapa lembaga LSM kemanusiaan mendirikan CU (kredit micro) yang menyimpan uang saku mereka, hasil dari penjualan apa pun yang bisa dijual dari pemulungan. Secara telaten dan dengan ketekunan yang mengagumkan, mereka berhasil menabung dan membeli sebidang tanah secara bersama-sama untuk kemudian didirikan rumah bagi keluarga keluarga mereka.
Kisah ini kisah sederhana, sehari-hari, tetapi luar biasa. Kisah yang tak akan pernah terjadi jika tidak dikerjakan bersama-sama dengan penuh ketelatenan. Kisah kemandirian para homeless people ini adalah contoh, bahwa bersama-sama mereka bisa melakukan sesuatu untuk mengubah hidup mereka.


Kisah kelima:
Adakah juga kisah-kisah yang senada di paroki, di lingkungan, di wilayah kita?
GERAKAN SISTEMIK hanya terjadi jika kebersamaan adalah keseharian. Jika, kerjasama adalah nafas kehidupan sehari-hari kita.


* Disampaikan dalam Seminar Sehari Perubahan Sistemik di Surabaya.

Aneka kisah disadur dari buku
“Seeds of Hope”(Stories of Systemic Change)
Vincentian Family’s Commission for Promoting Systemic Change (July 2008)
Oleh Rm. Armada Riyanto CM

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by kevin indonesia  |  Template by Blogspot tutorial