Rabu, 02 September 2009

FORUM PENDIDIKAN VINSENSIAN

Oleh: Rm. Antonius Sad Budianto CM

MENGAPA
Keprihatinan pokok Vinsensian ialah mewartakan injil keselamatan yang integral kepada orang miskin. Keprihatinan pokok inilah yang menjadi poros spiritualitas vinsensian sebagaimana diyakini dan dilaksanakan oleh Santo Vinsensius dan para pendiri tarekat dan organisasi Vinsensian. Keprihatinan pokok ini juga yang seharusnya menjadi orientasi hidup dan karya kita sebagai para pengikutnya.
Sementara dunia mengalami kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang memudahkan hidup manusia dalam bidang produksi, distribusi, konsumsi serta transportasi dan komunikasi kita melihat permasalahan kemiskinan bukannya bertambah kecil. Krisis finansial global terjadi berkali-kali, dan yang terakhir ini masih mendera umat manusia se dunia. Selain kerugian yang dialami perusahaan besar kecil, yang paling menderita tentu saja orang miskin. Jutaan orang mengalami PHK yang pasti berakibat besar bagi keluarga mereka juga. Bencana alam juga bertubi tubi menghantam berbagai belahan dunia dan nusantara, selain karena perubahan alamiah, tak jarang disebabkan oleh keserakahan manusia sendiri dalam menjarah alam, dan kurang pedulinya ilmu pengetahuan untuk menghasilkan tehnologi yang ramah lingkungan. Lagi lagi yang paling menderita adalah orang lemah dan miskin.Semua itu terjadi karena keserakahan dan kurangnya solidaritas kepedulian manusia terhadap sesamanya. Kita semakin sadar bahwa kemajuan apapun tak akan membawa kesejahteraan bagi manusia bila tak diiringi dengan solidaritas.
Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai Vinsensian? Membentuk satgas atau komisi membantu korban bencana sudah dilakukan oleh beberapa tarekat. Demikian pula beberapa tarekat membentuk yayasan sosial untuk mendampingi anak anak jalanan, buruh, dan memberdayakan petani miskin. Umumnya masih “informal” sehingga lingkupnya juga masih terbatas, dan relawan yang terlibat juga insidental atau sementara, kurang profesional, antara lain karena tiadanya jaminan masa depan.
Sementara itu bagaimana lembaga formal yang kita miliki khususnya di bidang pendidikan/persekolahan? Seringkali kita kurang melihat pendidikan persekolahan dalam rangka ikut menanggulangi masalah kemiskinan. Barangkali kita agak merasakan hubungan sekolah kita dengan kharisma Vinsensian bila kebetulan menangani anak miskin dan lemah atau berkebutuhan khusus (cacat). Kita merasa sekolah seperti ini sangat sesuai dengan semangat pendiri yang memang mengutamakan anak-anak miskin. Inipun belum tentu kita memikirkan nilai-nilai Vinsensian yang berguna untuk kita tanamkan kepada para murid dan guru. Misalnya, bagaimana agar mereka tidak merasa sebagai obyek belaskasihan, namun dapat berkembang penuh percaya diri sebagai “tuan dan guru” (SV), yang tetap santun dan rendah hati, penuh semangat dan kreatif.
Bagaimana dengan sekolah elit yang kita kelola atau miliki? Kadang hati nurani kita terusik mempertanyakan: apakah sekolah seperti ini sesuai dengan kharisma pendiri? Bagaimana kita sebagai Gereja ambil bagian dalam pendidikan kaum miskin? Bagaimana menyikapi mahalnya sekolah katolik? Sebenarnya soal ini menjadi permasalahan sekolah katolik pada umumnya sampai dibawa ke sidang KWI. Seringkali kita membenarkan diri dengan melihat sekolah elit itu kita butuhkan untuk menunjang hidup dan karya tarekat secara finansial. Dan itu wajar saja karena kita membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk melayani orang miskin, pendidikan generasi muda kita, dan perawatan generasi tua kita. Tapi cukupkah demikian? Cukupkan kita melihat persekolahan kita sebagai sumber dana? Tidakkah kita melihat bahwa sekolah itu peluang kita untuk mendidik orang-orang dan anak yang solider dengan sesamanya terutama mereka yang lemah dan miskin? Ataukah kita sudah puas ikut hanyut hanya memperhatikan mutu akademis/intelektual yang kompetitif agar tetap laku atau semakin laku? Tanpa sadar kita terseret dalam arus pasar global yang sangat menekankan kompetisi dan meninggalkan solidaritas. Dan tak jarang gaya hidup dan pemikiran kitapun menyesuaikan dengan arus pasar tersebut. Ingat bahwa sadar atau tidak gaya hidup kita dibangun oleh apa yang kita kerjakan dan bagaimana kita mengerjakannya.
Mungkin kadang-kadang kita menggerakkan sekolah kita mengumpulkan dana untuk membantu orang miskin atau kurban bencana alam. Cukupkah ini? Sudahkah kita menanamkan nilai-nilai vinsensian kepada para guru dan murid? Apakah penanaman nilai-nilai itu masuk dalam sistem pendidikan dan kurikulum sekolah kita? Atau hanya kita andaikan akan terjadi begitu saja dengan berharap pada penghayatan kharisma anggota kita yang berkarya di situ?
Masalah ini kiranya tak mungkin terselesaikan hanya dengan diskusi di tingkat pimpinan tarekat. Kebijakan umum tarekat kadang mengalami jalan buntu karena sulit diterapkan dalam situasi lapangan. Kita perlu berangkat dari anggota kita yang benar benar menggeluti pendidikan persekolahan, karena merekalah yang mengetahui situasi lapangan. Memang mungkin mereka ini ada yang hanyut begitu saja mengikuti arus pasar. Namun barangkali telah ada yang berusaha memikirkan penanaman nilai-nilai vinsensian ini, tetapi masih bingung bagaimana merumuskannya dalam kurikulum dan modul yang praktis, serta mengintegrasikan dalam kurikulum yang menjadi tuntutan pemerintah atau tuntutan pasar (tetap bermutu). Barangkali ada juga yang telah benar benar mulai melaksanakan dan terus berusaha mengembangkannya

SIAPA
Forum ini diperuntukkan bagi anggota keluarga vinsensian yang menjadi praktisi pendidikan-persekolahan, entah di Yayasan atau langsung dipersekolahannya

APA
Forum ini diharapkan untuk menjadi wadah bagi praktisi pendidikan vinsensian untuk saling memperkaya dan memperdalam pemahaman nilai-nilai vinsensian agar dapat diterapkan dalam bidang pendidikan-persekolahan. Berikutnya diharapkan pula bahwa forum ini menjadi gerakan dan penggerak solidaritas lewat bidang pendidikan persekolahan dalam Gereja dan masyarakat

BAGAIMANA
Forum ini akan dimulai dengan mengundang perwakilan setiap tarekat/organisasi Vinsensian yang menjadi praktisi pendidikan persekolahan pada tanggal 14-16 Agustus di Griya Samadi Vinsensius, Prigen, Jawa Timur.
Dalam pertemuan perdana itu kita akan saling berbagi pengalaman tentang apa yang telah kita lakukan untuk menanamkan nilai nilai vinsensian di persekolahan kita. Kemudian kita mendapat masukan mengenai Nilai-nilai Vinsensian dan materi (buku) yang dapat memberi inspirasi. Lalu Forum akan membicarakan agenda apa saja yang dapat dilakukan selanjutnya, berapa sering bertemu, siapa penanggungjawabnya. Barangkali juga dapat disusun kepengurusan.
Bila dianggap perlu forum juga dapat menyelenggarakan: seminar, loka karya, pelatihan pendidikan vinsensian untuk anggota maupun rekan kerja kita. Forum ini juga dapat membentuk tim untuk menyusun semacam buku ajar yang praktis dapat digunakan dalam pengajaran dan pelatihan gladi rohani
Selanjutnya jika telah cukup mantap kita juga dapat menyelenggarakan seminar, loka karya, pelatihan dan penerbitan buku serupa tanpa eksplisit menyatakan “nilai vinsensian” bagi praktisi pendidikan katolik lain. Bagaimanapun juga preferensi memilih memihak orang miskin telah menjadi pilihan Gereja, dan kita dapat memfasilitasi konkretisasinya dalam persekolahan katolik.
Pertemuan Perdana Forum ini diselenggarakan di Griya Samadi Vinsensius (GSV), Prigen, Jatim 14-16 Agustus 2009. Hingga saat ini 35 peserta telah mendaftar dan masih menunggu pendaftar lain. Mereka ini adalah ketua atau pengurus yayasan pendidikan dan guru dari tarekat Kevin.



1 komentar:

Unknown mengatakan...

Vampires in the Enchanted Castle casino - FilmFileEurope
Vampires in 바카라 사이트 the Enchanted Castle https://deccasino.com/review/merit-casino/ Casino. Vampires 토토 사이트 in the Enchanted Castle Casino. Vampires in 출장안마 the Enchanted Castle Casino. Vampires in the Enchanted Castle Casino. Vampires in 바카라 the Enchanted

Posting Komentar

 
© Copyright by kevin indonesia  |  Template by Blogspot tutorial