Konsili Vatikan II menggocang kehidupan Gereja, tak terhindarkan pula kehidupan membiara. Goncangan Vatikan II ini membawa akibat banyak anggota tarekat hidup bakti menghentikan peziarahan panggilannya, dan mencari jalan alternatif yang dirasa lebih menjanjikan kesegaran. Di dalam tarekat sendiri, dalam menanggapi dorongan pembaruan hidup bakti yang dianjurkan Vatikan II, perhatian dan kegiatan pembaruan dari banyak tarekat lebih terarah pada penyesuaian terhadap zaman yang sudah berubah, daripada pembaruan spiritual. Apa yang dimaksud bapa-bapa Konsili mengenai pembaruan hidup bakti?
Secara singkat dapat dirumuskan, bahwa pembaruan hidup bakti hendaknya dimulai dari kedalaman hidup batin. Daya-daya batin yang dalam ini diperkaya oleh penemuan-penemuan baru dalam studi Kitab Suci, tradisi-tradisi Gereja, tradisi-tradisi hidup bakti, dan spiritualitas pendiri. Temuan-temuan baru inilah yang hendaknya menjadi daya dorong yang menggerakkan kaum religius untuk mengaktualisasikan cara-cara baru hidup religius yang ideal di hadapan situasi historis yang baru pula. Buku Bertolak dari Spiritualitas Pendiri ini lebih memusatkan pada studi tentang spiritualitas pendiri.
Dalam kasus Kongregasi FIC, upaya-upaya untuk mengadakan penyelidikan pada wilayah ini, sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 70-an. Peninggalan-peninggalan tertulis masih bisa ditemukan, antara lain berupa karangan khusus tentang kesan-kesan para bruder terhadap para Pendiri yang diterbitkan pada Majalah Komunikasi FIC - provinsi Indonesia. Usaha penggalian ini dilanjutkan dengan penerbitan-penerbitan tentang sejarah seperti Biji Sesawi, dan seri napak tilas Jejak para Pendiri. Publikasi-publikasi itu lebih memberikan deskripsi data dan kesan pribadi daripada pelukisan hasil studi dengan media untuk menafsir dimensi batin para Pendiri. Buku ini menambahkan apa yang kurang pada usaha-usaha yang telah dikerjakan pada masa lalu.
Media tafsir yang dipakai untuk mengungkap dimensi hidup batin Pendiri dalam buku ini mempertimbangkan sekurang-kurangnya tiga hal: pertama, faktor sejarah yang menjadi konteks tumbuhnya suatu tarekat; kedua, ajaran Gereja khususnya Konsili Vatikan II; dan ketiga, spiritualitas Vinsensian. Ketiga-tiganya dipakai untuk menangkap cita-cita yang menggema di hati para Pendiri. Atau, kita mengenal gema spiritual itu dengan istilah spirit Pendiri. Dengan demikian, Mgr. Louis Rutten dan Br. Bernardus Hoecken tidak didekati dengan kacamata model hidup bakti yang atau aktif atau kontemplatif dalam arti ketat seperti yang sering sadar-tidak sadar kita memahaminya, melainkan dengan kerangka spiritualitas tertentu, yakni spiritualitas Vinsensian.
Bagaimana mengungkap dunia batin Pendiri, karena kita tidak pernah bertemu langsung dengannya? Untuk menjawan persoalan ini, akan kita pakai beberapa sarana yang biasanya disebut dengan dokumen-dokumen Kongregasi. Yang pertama adalah biografi para Pendiri atau dokumen apapun bentuknya yang bicara tentang Pendiri. Dari biografinya kita dibantu untuk menangkap cara hidupnya. Dan dari cara hidup mereka kita bisa menafsirkan spirit yang bergaung di kedalaman hidup batinnya.
Dokumen penting lain adalah Konstitusi yang ditulis Pendiri. Dalam Konstitusi inilah para Pendiri merumuskan alasan mengapa Kongregasi didirikan, yang selanjutnya dikenal dengan spiritualitas tarekat atau kongregasi. Kualitas spiritual suatu tarekat diakui Gereja secara universal ditandai dengan pengesyahan Konstitusi oleh Institusi Gereja yang berwenang.
Selain kedua dokumen itu, akan lebih membantu penafsiran jika ditemukan sumber-sumber lain. Misalnya, tulisan-tulisan rohaninya entah berupa kotbah, buku jurnal spiritual, dokumen rohani pendiri, foto-foto masa hidupnya, dll. Makin banyak sumber makin memudahkan kita untuk membangun suatu penafsiran.
dari dokumen-mati menjadi Roh yang hidup
Bagi saya, kutemukan hal-hal tak terbayangkan sebelumnya, ketika membaca hidup para Pendiri Kongregasi FIC dengan kerangka spiritualitas Vinsensian. Mempelajari dengan teliti autobiografi dan tulisan lain tentang Pendiri, serta didukung oleh beberapa sumber lain, akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa secara konsisten Mgr. Rutten hidup menurut spirit St. Vinsensius de Paul. Menyaksikan hidup Rutten, orang terkenangkan akan Santo Vinsensius de Paul.
Dokumen-dokumen yang mendukung kesimpulan itu adalah pertama, surat Ph. Van de Ven kpd P.A. van Baer. Surat ini ditulis pada awal masa imamat Mgr. Rutten. Isinya di samping menjadi semacam surat pengantar sekaligus memuat harapan terhadap Rutten:
“Jasa-jasa usaha itu jelas: orang-orang lain akan mendukungnya, dan siapa tahu karya-karya yang bermanfaat manakah akan Paduka tinggalkan sebagai teladan bagi pengikutnya? Berkembanglah itu tak kelihatan seperti sebuah pohon. Dia seperti Vinsensius yang lain.”
Kedua, sebuah kesaksian masyarakat Maastricht pada saat pemakamannya: “Santo Vinsensius de Paul dipilih sebagai model bagi hidup imamatnya dan segala usaha badan dan jiwa serta segala karunia yang ada padanya dibaktikan kepada pendidikan kristiani kaum muda, pengangkatan mereka yang jatuh, bertobatnya mereka yang sesat dan meringankan kebutuhan mereka yang miskin dan yang membutuhkan.”
Kualitas spiritual yang sama ditemukan pula dalam diri ko-Pendiri, yakni Br. Bernardus Hoecken. Seperti Mgr. Rutten, hidup Br. Bernardus pun demikian. Pada masa formasi awal, ia dilatih untuk menjadi calon religius yang baik dengan panduan regula bruder FC: Regel voor de Broeders H. Vincentius à Paulo
Pada akhir hidupnya, masyarakat Maastricht memberikan kesaksian tentang cara hidupnya seperti di rumuskan dalam penggalan puisi berikut: Grateful Maastricht to the Memory of Rev. Brother Bernard.
“Dialah, yang seperti Vinsensius, berbuat baik dengan diam-diam,
Bapa orang-orang miskin dan sahabat semua orang,
Mengabdi Allah dalam diri si kecil,
Usahanya berbuah seratus kali lipat sekarang.”
Relief pada makam Br. Bernardus dan puisi: Maastricht Mengenang Paduka Bruder Bernardus - Pada Makam Paduka Bruder Bernardus memberikan kesaksian bagaimana Br. Bernardus hidup. Ia hidup menurut spirit St. Vinsensius de Paul.
Dokumen-dokumen lain, seperti Konstitusi-konstitusi pada awal pendirian Kongregasi, dan warisan-warisan tertulis para Pendiri meneguhkan cara hidup mereka. Dan dari cara hidup yang bisa kita baca dari dokumen-dokumen yang mereka tinggalkan mencerminkan dunia batinnya. Pentingnya menafsirkan dunia batin para Pendiri dalam konteks pembaruan hidup bakti seperti dianjurkan oleh Konsili Vatikan II adalah sebagai titik tolak mengadakan pembaruan. Bagi kaum religius, pembaruan dan penyesuaian yang bertolak dari spiritualitas Pendiri berarti menyingkirkan yang tidak hakiki yang telah menyimpang dan mempertahankan yang hakiki. Semoga usaha ini menjadi salah satu model merumuskan identitas masing-masing tarekat di antara keluarga Vinsensian.
Selasa, 03 Februari 2009
MENAFSIR SISI BATIN PENDIRI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar