Rabu, 02 September 2009

MENGENANG VINSENSIUS DAN LUISA – DUA NABI AGUNG CINTA KASIH

Refleksi Perdana September 2009
Oleh Sr. Julma C. Neo PK

Perayaan adalah peringatan bersama peristiwa-peristiwa yang sangat penting bagi suatu keluarga atau komunitas. Perayaan membawa bersama masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam suatu saat yang dikhususkan. Perayaan membangkitkan syukur atas masa lalu, meneguhkan komitmen masa kini dan melahirkan harapan bagi masa depan.

Kita merayakan 350 tahun wafatnya Vinsensius dan Luisa bukan hanya untuk mengenang wafat mereka. Namun wafat mereka sebagai puncak dari kehidupan mereka yang meninggalkan tanda penting dalam sejarah karena apa yang mereka perjuangkan selama hidup mereka. Mereka adalah tanda gambaran cintakasih. Mereka adalah dua nabi agung cinta kasih.

Mengobarkan Api kembali.
Dalam kisah hidup mereka, surat dan konferensi mereka Vinsensius dan Luisa tampak sebagai manusia biasa dengan kelemahan dan kelebihan mereka namun mampu meraih kekudusan yang tinggi. Mereka menunjukkan dengan cara yang luar biasa, bagaimana kekuatan rahmat dapat mengubah bejanan tanah liat menjadi sarana efektif proyek ilahi.

Vinsensius adalah seorang muda berasal dari desa yang suka berkelana dan terus menerus mencari wawasan hidup yang lebih luas. Ia memupuk ambisi awal demi peningkatan sosial lewat pelayanan imamat untuk membantu keluarga yang sanagat dikasihinya. Ia sangat berbakat dalam menjalin hubungan dengan berbagai pribadi – miskin dan kaya, gerejani maupun politikus, bangsawan maupun rakyat jelata, lelaki maupun perempuan, biarawan maupun awam. Dia kemudian mengunakan bakatnya ini untuk mewujudkan panggilannya melayani orang miskin. Manusia dewasa ini yang senantiasa mencari sesuatu yang “lebih” dalam hidup, dapat memperoleh keberanian dari teladan kehidupan Vinsensius.

Walau Luisa lahir dan dibesarkan senantiasa ditemani penderitaan, ia tak mengijinkan hal ini untuk menakut-nakuti dia dalam menemukan tujuan hidupnya. Ia adalah isteri yang mengasihi suaminya, ibu yang setia senantiasa penuh perhatian akan putra tunggalnya. Ketika menjadi janda dia melanjutkan dengan memperhatikan orang lain, khususnya orang miskin. Setelah menemukan panggilan hidupnya dengan bantuan Vinsensius, dia menjadi sahabat dan rekan kerjanya yang setia. Bersama mereka mendirikan Puteri Kasih, suatu cara baru yang radikal dalam menghayati hidup membiara bagi perempuan jaman itu. Banyak perempuan dewasa ini – biarawati ataupun awam, bujang, janda ataupun isteri- akan menemukan dalam diri Luisa sebuah teladan yang memberi inspirasi, seorang yang berangsur-angsur “berhasil” walau penuh keterbatasan dikarenakan oleh kelahiran, kodrat dan situasi situasi yang dihadapinya.

Setelah 350 tahun, Vinsensius dan Luisa terus menyentuh dan memberi inspirasi generasi demi generasi. Nyala kasih mereka masih berkobar dan menyulut banyak orang lain. Merayakan ulang tahun wafat mereka mengobarkan kembali nyala itu dalam diri kita. Perayaan ini mengubah masa lampau menjadi masa kini yang dapat mengubah hidup kita.

Mereka berani Bermimpi
Dalam hidup mereka, Vinsensius dan Luisa mengejar dengan semangat tanpa kenal lelah suatu mimpi yang mereka yakini … suatu mimpi yang laksana api mengobarkan mereka. Mereka bercita-cita untuk memberikan diri mereka seutuhnya mengikuti Kristus dengan menginjili dan melayani orang miskin jaman mereka. Mimpi ini menjadi seperti kompas bintang utara yang membimbing setiap keputusan dan langkah mereka.

Namun Vinsensius dan Luisa tidak dilahirkan dengan mimpi ini. Pada kenyataannya mereka memiliki mimpi lain ketika masih muda … mimpi seperti yang kita miliki. Namun ketika mereka berusaha mewujudkan mimpi-mimpi ini mereka senantiasa mengalami kekecewaan, kegagalan, perubahan yang tak terduga, sepertinya sebuah tangan tak kelihatan menghalangi jalan pelaksanaan mimpi tersebut.

Lambat laun Vinsensius dan Luisa menemukan makna peristiwa-peristiwa tersebut yang sepertinya membelokkan mereka dari perwujudan mimpi mereka. Pada kenyataannya peristiwa-peristiwa tersebut adalah cara misterius Allah untuk menunjukkan panggilan hidup mereka. Vinsensius dan Luisa terbuka pada pewahyuan ini dan merelakan diri untuk dipimpin oleh Roh.

Baik Vinsensius maupun Luisa telah tersiksa oleh kesangsian iman yang mendalam untuk beberepa waktu …. kesangsian yang telah benar-benar menjadi “malam gelap” bagi mereka. Namun pengalaman pencerahan bagi Luisa dan niat teguh Vinsensius untuk melayani orang miskin mengubah jalan hidup mereka. Sejak saat itu, Allah menjadi segalanya bagi mereka. Mereka menyingkirkan segala mimpi awal mereka untuk mengikuti panggilan Allah bagi mereka … suatu panggilan yang berangsur semakin jelas lewat perantaraan peristiwa-peristiwa dan pribadi pribadi. Begitu meletakkan tangan mereka pada bajak, Vinsensius dan Luisa tak pernah menoleh ke belakang.

Pada era peperangan tanpa akhir karena alasana politik maupun agama dan kemiskinan yang tak terbayangkan, Vinsensius dan Luisa berani bermimpi …. suatu mimpi yang sepertinya mustahil. Namun dibimbing dan diteguhkan oleh Penyelenggara ilahi dengan bakat yang mengagumkan serta situasi yang ada, impian Vinsensius dan Luisa perlahan-lahan menemukan bentuk …. Persaudaraan Kasih, Kongregasi Misi, Ibu-ibu Cintakasih, dan Puteri Kasih.

Ketika mereka mengejar impian mereka dengan satu keyakinan yang pasti, Vinsensius dan Luisa tanpa sadar memancarkan jalan baru, jalan yang memberi sumbangan besar bagi pembaharuan Gereja dan masyarakat abad ke 17 Prancis … dan melampauinya.

Memelihara Impian Mereka Dewasa ini
Mengenang Vinsensius dan Luisa kita penuh syukur atas karisma yang Allah anugerahkan pada mereka … suatu karisma yang mereka wariskan pada Keluarag Vinsensian sebagai anugerah bagi Gereja dan dunia. Kestiaan yang kreatif adalah bentuk lain dari syukur atas anugearh Vinsensius dan Luisa. Kesetiaan ini membawa kita kembali kepada asal mula kisah Vinsensian … mengundang kita untuk membaca jaman kita dalam terang impian mereka … untuk membaca ulang impian mereka dalam terang jaman ini.

Jika Vinsensius dan Luisa ada bersama kita sekarang, bagaimana mereka membaca situasi jaman ini dalam terang Kristus yang mereka ingin ikuti? Apa kata-kata yang akan disampaikan mereka kepada kita? Bagaimana mereka akan menanggapi situasi-situasi baru yang kita hadapi dewasa ini? Pilihan-pilihan apa yang akan mereka buat?

Dunia kita berbeda secara radikal dalam berbagai hal dengan dunia Vinsensius dan Luisa. Pertanyaan-pertanyaan baru dihadapkan kepada kita. Dalam suatu dunia yang melahirkan bentuk-bentuk baru kemiskinan, wajah-wajah baru orang miskin, apa dan siapa yang harus menjadi prioritas kita? Vinsensius dan Luisa senantiasa memperhatikan peristiwa-peristiwa sebagai tempat perjumpaan dengan Roh Kudus. Dalam dunia yang terobsesi untuk serba “langsung” dan “super cepat”, bagaimana kita dapat terus penuh perhatian dan melakukan pembedaan roh?

Bagaimana kesadaran jaman ini akan pengaruh mendalam relasi relasi, struktur sosial dan lingkungan pada pribadi manusia mempengaruhi pelayanan kita atas keseluruhan pribadi manusia? Berhadapan dengan hampir mutlaknya kepercayaan pada tehnologi dan ilmu pengetahuan, pada efisiensi dan kompetensi, apakah “kelebihan” pelayanan Vinsensian bagi orang-orang jaman ini?

Dunia kita mendambakan lebih inklusif, melampaui batas-batas ras, budaya, bangsa, kelas, gender dan agama. Apakah pengaruh konkrit hal ini bagi karya kita di antara kaum miskin … bagi praktek kerjasama?

Dunia kita telah semakin sekular dan berpaling pada dirinya sendiri … sementara pada saat yang sama prihatin akan keadilan sosial. Tantangan apa yang disodorkan keadaan ini bagi pelayanan Vinsensian kita yang mengutamakan visi iman dan motivasi kasih?

Kita merayakan peringatan wafat Vinsensius dan Luisa ditengah krisis global yang tak terkira …moral, cultural, ekonomi, dan spiritual. Bagaimana kita membca ulang impian Vinsensius dan Luisa dalam terang realitas ini?

Bangsa Israel membaca ulang Perjanjian mereka dengan Yahwe dari sudut pandang krisis yang mereka alami dalam pembuangan. Dengan melakukan itu mereka menemukan kembali makna identitas mereka sebagai Umat Allah. Vinsensius membaca ulang injil berdasarkan pengalamannya bersama orang miskin dan kekacauan yang mengancam perpecahan masyarakat dan Gereja pada jamannya. Dengan cara ini dia menemukan panggilan hidupnya dan melahirkan suatu impian yang sangat mengesankan jamannya.

Merenungkan lebih mendalam kisah hidup Vinsensius dan Luisa … mendengarkan pertanyaan yang disodorkan oleh jaman kita … membuka diri untuk ditantang oleh pertanyaan-pertanyaan tersebut … untuk mencari bersama jawaban-jawabannya adalah cara merayakan dengan baik ulang tahun wafat Vinsensius dan Luisa. Itulah cara untuk membuat impian mereka tetap hidup.

Berangsur Maju … Bersama
Kita adalah pewaris warisan agung … putra dan putri dari dua nabi cintakasih. Kita bangga akan warisan bersama ini. Ikatan kita semakin diperteguh. Dengan keanggotaan yang luas di setiap benua, kita sebagai Keluarga Vinsensian mempunyai potensi besar untuk membuat perubahan bagi jaman ini sebagaimana dilakukan oleh Vinsensius dan Luisa bagi jamannya

Kita mewarisi “gen” Vinsensius dan Luisa. Kita memiliki hati dan semangat mereka. Kesetiaan kita pada warisan mereka mendorong kita untuk maju bersama … untuk menjadi nabi cintakasih dalam dunia dewasa ini. Realitas global jaman ini seperti dominasi perusahaan transnasional raksasa, penggabungan dan konglomerasi mengundang kita untuk menjadi saksi bersama. Itu semua menantang kita untuk menjadi bukan hanya nabi sendirian, namun suatu “keluarga para nabi”.

Dalam jaman dimana ketidakadilan mempunyai dimensi global, impian Vinsensius dan Luisa mendorong kita untuk membangun jaringan kerja cinta kasih di antara Keluarga Vinsensian. Jaringan kerja yang penuh perhatian pada peristiwa-peristiwa dan orang miskin, menanggapinya secara kreatif dan berani akan menampilkan kebaruan abadi karisma Vinsensian. Jaringan kerja seperti itu akan menciptakan riak-riak harapan bagi masa depan.

Bagi kita, Keluarga Vinsensian, perayaan 350 tahun wafatnya Vinsensius dan Luisa sungguh-sungguh suatu masa rahmat, suatu saat yang tepat untuk “menanam dalam-dalam akar kita dalam kasih dan membentangkan lebar-lebar cabang-cabang kita dalam misi” … untuk menjadi profetis dan melahirkan harapan. Marilah kita berpegang teguh padanya.

“Sudahlah pasti bila kasih tinggal dalam suatu jiwa, kasih itu akan memiliki semua kekuatannya; kasih itu tak memberinya istirahat; kasih itu menjadikannya senantiasa aktif; sekali seseorang dibakar oleh kasih, ia senantiasa membuatnya terpesona” (SV, Repetisi Doa, 4 Agustus 1655)

“Lanjutkanlah untuk melayani tuan kita yang terkasih dengan kelembutan, hormat dan ramah, senantiasa melihat Allah dalam diri mereka” (SLM, Surat 361, Juni 1653)

Penuntun Refleksi Pribadi
1. Bagaimana kisah Vinsensius dan Luisa mempengaruhi hidupmu secara konkrit?
2. Mana tantangan dunia kita dewasa ini bagi pelayanan Vinsensian kita yang paling memprihatinkanmu? Mengapa? Apa langkah yang dapat kita ambil sebagai Keluarga Vinsensian untuk menjawab tantangan ini?
3. Agar impian Vinsensius dan Luisa tetap hidup, apa harapanmu bagi:
• dirimu sendiri sebagai anggota Keluarga Vinsensian
• tarekat/organisasimu sebagai cabang dari Keluarga Vinsensian
• Keluarga Vinsensian seluruh dunia


0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by kevin indonesia  |  Template by Blogspot tutorial