I. PENGANTAR
Berawal dari kunjungan bapak Uskup Agung Merauke Mgr. Nikolaus Adi Saputra, MSC ke Pematangsiantar tanggal 13 Juli 2005, dengan maksud untuk mengetuk pintu kongregasi - kongregasi yang ingin berkarya di Keuskupan Agung Merauke, maka kongregasi KYM mencoba menanggapi tawaran tersebut. Bulan Desember 2005 Pemimpin Umum KYM sr. Leonarda Situmorang KYM bersama sr. Raynilda Sinaga, KYM mencoba menjajaki daerah ¡ni. Setelah penjajakan dan melalui berbagai pertemuan antara Dewan Pimpinan Kongregasi dengan para anggota kongregasi maka disepakati untuk memulai karya pelayanan di Papua, khususnya di Keuskupan Agung Merauke.
Tanggal 19 Februari 2006, dua orang suster yakni sr. Loiuse Malau, KYM dan sr. Fransiska Sarmento, KYM diutus untuk memulai karya ini. Kedua suster ini bertugas di bidang pendidikan Yayasan milik Keuskupan. Tanggal 19 Juli 2006 dua suster (Sr. Agustina dan Sr. Flavia KYM) diutus lagi untuk menambah tenaga di bidang pendidikan. Semua suster yang diutus ke tempat ini mendapat tugas di bidang pendidikan baik SD maupun SMP.
II. GAMBARAN GEOGRAFIS
Keuskupan Agung Merauke meliputi 3 kabupaten (kab. Merauke, Mappi dan Boven Digoel-Tanah Merah). KYM bertugas di 2 kab yakni kabupaten Merauke dan Boven Digoel. Di sini saya akan memberikan sedikit gambaran geografis kab. Boven Digoel di mana saya bertugas saat ini.
Kabupaten Boven Digoel - Tanah Merah adalah salah satu kabupaten pemekaran yang baru dibentuk tahun 2004 dengan tiga (3) suku besar yakni suku Mandobo/Wambon, Auyu/Jair dan suku Muyu. Jarak kabupaten Boven Digoel dengan kabupaten Merauke sekitar 500 km, dapat ditempuh dengan pesawat terbang selama 1:15 mnt, jalan darat (truk/hardtop) sekitar 2-3 hari tergantung situasi jalan, kapal laut melalui sungai sekitar 3-4 hari. Kondisi transportasi darat belum begitu lancar karena pembangunan jalan masih dalam proses.
Suasana di tempat ¡ni belum terlalu ramai, namun pembangunan secara fisik di berbagai bidang sudah mulai dibenahi. Daerah ¡ni termasuk daerah sub tropis yang curah hujannya cukup tinggi sepanjang tahun. Letaknya di pesisir sungai Digoel tempat pembuangan Pahlawan Kemerdekaan yakni Moh. Hatta dan Suttan Syahrir. Kabupaten ini juga memiliki batas terpanjang dengan negara PNG dibanding kabupaten lain di propinsi ini. Sumber daya alam daerah ini yang dieksport adalah kayu / tripleks, kelapa sawit dan karet yang dikelola oleh PT. Korindo. Makanan khasnya adalah sagu. Alam yang kaya membuat masyarakat asli daerah ¡ni masih hidup tergantung dar¡ alam, budaya bercocok tanam belum begitu terlihat. Saat ¡ni sudah banyak pendatang dari luar, misalnya dari Manado, Bugis-Makassar, Jawa, Batak, Flores dll. Dengan kehadiran para pendatang membawa dampak yang cukup positif bagi mereka dalam berbagai bidang, misalnya di bidang pendidikan sudah mulai ada kesadaran untuk bersekolah walaupun masih belum 100%, ada keterbukaan untuk bekerjasama dalam membangun wilayah ¡ni. Budaya pasar tradisional (seminggu satu kali) yang ada selama ini juga sudah mulai berubah menjadi pasar sepanjang hari. Pendek kata, berbagai usaha sudah dilakukan oleh pemerintah untuk membangun wilayah ¡ni sampai ke pelosok-pelosok daerah ini.
III. KARYA PELAYANAN
Situasi perkembangan IPTEK mendorong semua orang untuk ikut ambil bagian di dalamnya, dan semua bisa terlibat jika pernah mengenyam pendidikan, paling kurang dapat membaca, menulis dan menghitung (3M). Hal ini menjadi keprihatinan utama di wilayah Keuskupan ¡ni, karena mutu pendidikan masih termasuk rendah pengaruh berbagai faktor.
Keuskupan Agung Merauke sendiri memiliki Yayasan Pendidikan, namun mutu juga masih sangat rendah karena jumlah sekolah Yayasan terlalu banyak (132 sekolah) dan letaknya cukup jauh dari pusat Yayasan sehingga sulit terkontrol. Tenaga pendidik atau guru pada umumnya adalah PNS dan sekolah-sekolah Yayasana subsidi penuh dar¡ pemerintah. Banyak sekolah di pedalaman yang tidak beroperasi dengan baik karena fasilitas dan guru sangat terbatas. Kegiatan belajar-mengajar di pedalaman pada umumnya ditangani oleh para Tutor yang hanya tamat SD atau SMP.Tahun ini Pemda mulai mendatangkan guru-guru kontrak dari luar Papua untuk membantu tenaga pengajar di semua pelosok daerah ini.
Realitas semacam inilah yang menggerakkan hati bapak uskup untuk mendatangkan sebanyak mungkin biarawan-biarawati untuk berkarya di bidang pendidikan. Dan hal ini juga yang mendorong kongregasi KYM untuk segera menanggapi dengan cepat tawaran dari keuskupan. Berbagai kesulitan dan tantangan yang kami hadapi dalam bidang pendidikan di daerah ¡ni, misalnya sarana prasarana yang serba terbatas, kemauan untuk belajar masih kurang, disiplin diri baik siswa maupun guru juga masih minim. Keadaan alam yang kaya juga sangat mempengaruhi daya juang mereka untuk belajar. Bila senang baru datang ke sekolah, bila tidak senang maka absen berminggu-minggu. Bila hari hujan maka sekolah dengan sendirinya libur. Semangat belajar untuk sebagian orang masih minim sekali, sehingga masih ada siswa yang sudah di bangku SD kelas IV,V,VI dan bahkan SMP belum lancar membaca.
Pengalaman dan kenyataan seperti ¡ni menyadarkan kami untuk mencari jalan penyelesaian untuk mengatasi situasi, misalnya mengunjungi mereka yang memiliki kesulitan untuk bersekolah dan menawarkan les sore di rumah setelah jam sekolah. Namun sampai saat ¡ni kami masih mengalami kesulitan karena tawaran kami belum ditanggapi dengan baik. Berbagai alasan diberikan karena anak sendiri yang tidak mempunyai kemauan untuk belajar. Lebih mudah mencari ¡kan di sungai dan dijual ke pasar langsung dapat uang daripada duduk di kelas tapi tidak dapat apa-apa.
Luasnya wilayah pelayan pastoral dan kurangnya tenaga pastoral mendorong kami juga untuk terlibat dalam bidang katekese umat. Para suster j~ga mendapat tugas untuk memimpin ibadat dan memberikan kursus-kursus yang berkaitan akramen di stasi-stasi dan
paroki. Kerinduan umat untuk mendapat pelayanan dari petugas gereja sangat besar, karena ¡tu setiap minggu atau hari raya kami harus pergi ke stasi-stasi untuk pelayanan umat. Jadi, sampai saat ¡ni karya pelayanan yang kami tangani adalah bidang pendidikan dan membantu di karya pastoral paroki.
IV. REFLEKSI
Hidup adalah sebuah perjalanan yang harus disyukuri, sebab hidup hanya sekali saja di dunia. Berbagai pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang menyulitkan telah membuka hati dan mendewasakan perjalanan hidupku. Melayani saudara-saudara yang sederhana, polos tetapi memiliki budaya yang berbeda dengan saya membawa tantangan sekaligus kebahagiaan tersendiri bagiku sebagai seorang Vinsensian. Kesederhanaan hidup semakin kumengerti ketika tinggal bersama - sama dengan mereka. Makan apa adanya namun disertai dengan kebahagiaan kupelajari dari mereka. Kepolosan dan ketulusan hati dalam bergaul juga kuterima dar¡ mereka yang kulayani setiap hari. Kenyataan inilah yang membuatku semakin krasan tinggal di tengah-tengah saudara-saudaraku di Papua ini, walaupun di sana-sini masih banyak kekurangan atau kesulitan.
Keberanian dan kerja keras untuk menanggapi situasi juga harus kumulai di tempat ini sebagai seorang pemula dari kongregasiku. Keraguan dan kecemasan awal yang kualami saat diutus ke tempat ini harus kuatasi demi pelayanan yang diberikan kepadaku. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang kumiliki, aku mencoba melayani mereka semampuku dan juga banyak belajar dari mereka.
Menghadapi kenyataan yang masih serba kurang, akupun harus menyesuaikan diri. Segala hal yang pernah kualami dan kuperoleh di tempat lain tidak semuanya harus kuterapkan di tempat baru ini. Aku harus belajar memahami budaya mereka dan mencoba
menyesuaikan diri dengan mereka. Bagiku, situasi dan mereka yang kulayani kini menjadi guru bagiku untuk semakin mengerti apa artinya hidup dan kehidupan.
(Tanah Merah, Mei 2008 - Sr. Flavia Kolo KYM)
Selasa, 03 Februari 2009
PELAYANAN KYM DI TANAH PAPUA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar