Jumat, 18 Maret 2011

KEMISKINAN DI DUNIA BERMACAM-MACAM BENTUK KEMISKINAN

Mizaél Donizetti Poggioli, CM


1. DUA DUNIA YANG TAK SEIMBANG

Berbicara tentang kemiskinan di dunia ini sebenarnya berbicara tentang pengucilan sosial. Dunia ini, dalam aspek materinya (dalam hal kesejahteraan), dibagi dalam dua bagian besar. Pertama, bagian yang terdiri dari negara-negara yang mempunyai Index Pengucilan Sosial (Social Exclusion Index) paling rendah. Negara-negara tersebut terdapat di Eropa dan menjadi pusat sejarah dari pengembangan kapitalisme, di dalamnya termasuk Jepang, Amerika Serikat dan Canada, yang kemudian menjadi negara-negara industri yang mengatur atau menguasai segala sesuatu tentang pembaharuan pertanian dan pengembangan arah politik atas kebijakan pengaturan penghasilan nasional. Jadi, terdapat 28 negara dengan index pengucilan sosial yang paling rendah. Empat dari negara-negara ini terdapat di Eropa Timur yang merupakan anggota baru dari Persatuan Negara Eropa (Lithuania, Slovakia, Hungary dan negara Republik Czech). Kenyataan ini menunjukkan sumbangan dari penguasa negara sosialis atas perbaikan ideks-indeks kwalitas hidup dan pengeluaran sosial. Negara yang 28 ini meliputi 14.4% dari penduduk dunia dan menggunakan atau menikmati 52.1% dari penghasilan global yang diproduksi setiap tahun. Pendapatan penduduk negara ini rata-rata per kepala sekitar US$ 26,900 dengan mempertimbangkan kriteria kemampuan daya beli rata-rata (Purchasing Power Parity -PPP).

Kemudian terdapat 60 negara dengan pengucilan sosial yang semakin meningkat. Negara-negara ini meliputi 35.5% dari penduduk dunia dan menggunakan hanya 11.1% dari penghasilan atau fasilitas yang terdapat di dunia ini. Pendapatan penduduk negara ini rata-rata per kepala sekitar US$ 2,300 dengan mempertimbangkan kriteria kemampuan daya beli rata-rata. Dari 60 negara ini, 44 negara terdapat di Afrika dan Oceania, yang pada abad 19 terbagi-bagi wilayahnya oleh negara negara Eropa demi memperoleh keuntungan mereka. Ada 10 negara di Asia yang harus tunduk terhadap berbagai macam pekerjaan baik formal maupun informal, 6 negara di Amerika Latin yang ketergantungan politiknya sejak abad 19, tidak selalu berarti suatu otonomi yang nyata dalam hal ekonomi, keuangan atau politik. Seseorang, hendaknya jangan lupa bahwa 80% penduduk Afrika hidup di negara-negara, tempat di mana pengucilan sosial sangat tinggi jika dibandingkan dengan yang 37% di Asia, 19% di Oceania dan 7% di Amerika Latin.


2. SIAPA YANG DIKUCILKAN?

Kemiskinan Materi

Negara-negara yang menghadirkan Index Pengucilan Sosial yang paling buruk, sebagian besar, adalah korban-korban kemiskinan, ketidak-setaraan, pendidikan rendah, buta-huruf, kurang mampu untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan menanggung ketidak pastian dalam lapangan kerja. Mereka ini adalah negara-negara yang malah menanggung konsekwensi pengucilan sosial gaya lama seperti penghasilan atau pendapatan rendah dan angka buta-huruf tinggi, begitu pula pengucilan sosial gaya baru yang ditandai dengan angka pengangguran tinggi, penghasilan yang tidak setara, pendidikan rendah dan kekerasan.

Kemiskinan Politik

Sebagai tambahan kepada kemiskinan materi terdapat suatu bentuk kemiskinan yang lebih mendesak, yaitu kemiskinan politik. Konsep kemiskinan politik muncul dalam konteks politik sosial, secara khusus dalam pergulatan memerangi kemiskinan. Dewasa ini hal itu dipergunakan secara luas dalam deskripsi atas perkembangan, dari program pengembangan oraganisasi bangsa-bangsa di dunia (UN), secara khusus sejak tahun 1997. Hal itu menunjukkan bahwa kemiskinan tidak boleh dibatasi hanya pada kekurangan materi saja, benar bahwa materi selalu penting, karena kemiskinan pada dasarnya adalah suatu gejala dari politik pengucilan (tidak diperhitungkan, tidak ditangani secara serius).

Menjadi seorang yang miskin bukan hanya soal bahwa seseorang itu tidak berpunya, bukan hanya pada tidak ada. Mengalami kelaparan tentu saja suatu kesengsaraan, tetapi yang lebih sengsara lagi tidak mengetahui bahwa, pertama, kelaparan itu dicipta dan dipaksakan, kedua, bahwa mengatasi kelaparan, tidak cukuplah hanya memperoleh makan, tetapi yang lebih penting lagi bahwa seseorang seharusnya berada dalam satu kondisi mampu menghasilkan makanan yang cukup untuk kebutuhannya sendiri.

Dengan demikian, ketidaktahuan atau kebodohan adalah sumber kemiskinan. Orang miskin, pertama-tama adalah orang yang malah tidak sadar atau seseorang yang dibuat agar tidak mengetahui bahwa dia sebenarnya miskin. Orang miskin yang tidak bisa dipulihkan adalah seseorang yang tidak tahu bahwa dia sebenarnya miskin. Dia kurang memiliki kemampuan membela diri, pertama, untuk “membaca” kenyataan diri sendiri dan, kemudian menghadapkannya dengan suatu pilihan politik proyek. Karena dia kurang memiliki kemampuan membela diri ini, dia gagal menjadi seorang pelaku, pemimpin atas sejarahnya sendiri, oleh karena itu, dia hanya menunggu apa jalan keluar atas masalahnya dari orang lain. Sistem itu mengambil keuntungan dari keadaan yang seperti ini membuat orang miskin agar tetap sebagai suatu “massa yang dimanipulasi” memperlakukan orang miskin hanya sebagai pembebek daripada memperlakukan dia sebagai seorang warga-negara.

Seseorang dihalangi menjadi pencipta sejarah hidupnya. Karena itu, kemiskinan bukan hanya menderita kekurangan benda-benda materi saja, tetapi yang lebih parah lagi, dihambat untuk membangun kesempatan bagi dirinya sendiri, untuk mencipta tujuannya sendiri dalam tanggungjawabnya sendiri. Namun, ketika kita berbicara mengenai ketidak-tahuan atau kebodohan, kita tidak menyatakan apa yang diketahui oleh setiap pendidik yang kenyataannya tidak ada, yakni bahwa setiap mahkluk manusia ditentukan secara hermeneutis dan budaya, dia mengembangkan kebudayaannya sendiri dan berbagi pengetahuan, dia memelihara warisan-warisan sejarah dan keragaman identitas. Namun kita mau mengungkapkan bahwa kebodohan atau ketidaktahuan secara historis diproduksi, dipertahankan dan diabadikan.


3. ORANG MISKIN SEBAGAI SUBYEK

Politik yang dianut oleh Bank Dunia tidak memenuhi pertumbuhan yang diharapkan. Ketika kita mengukur pertumbuhan pada suatu kelompok penduduk manusia, yang diambil sebagai bahan pertimbangan adalah pertumbuhan ekonomi dalam suatu jumlah yang amat besar. Ketika Hasil Kotor Nasional (GNP) diamati sedang bertumbuh dalam suatu negara atau region tertentu, hal ini sudah dianggap bahwa sasaran atas pengikisan kemiskinan telah dicapai.

Hal ini mengajak kita untuk melanjutkan pengamatan-pengamatan yang berikut.
Pertama, pertumbuhan Hasil Kotor Nasional amat sangat lamban dan bisa jadi sama sekali tidak menguntungkan rakyat yang miskin. Kedua, kalau hal yang seperti ini terjadi, pertumbuhan ini malah dapat dianggap mengorbankan para orang miskin. Sebagai akibatnya, dengan menganut pengertian pertumbuhan yang seperti ini, para orang miskin dianggap atau diperlakukan sebagai obyek-obyek; mereka gagal mengenali potensi mereka yang amat berharga, secara khusus para wanita dan anak-anak. Dalam banyak situasi, pemerintah atau penguasa tidak melihat mereka sebagai pribadi yang merdeka dan pelaku utama atas perkembangan mereka sendiri.

Kita tahu bahwa makhluk manusia, dalam struktur yang ada, mampu untuk membuat perubahan dalam struktur tersebut dan dalam dirinya sendiri, membuka ruang lingkup yang cukup luas untuk bertindak; dia mencipta sejarahnya sendiri dan kelompoknya. Makhluk manusia mampu untuk berjuang menentang segala bentuk pembatasan atas segala hal; dia mampu membangun otonomi sendiri.


4. SIKAP DAN PANDANGAN ST VINSENSIUS DE PAUL

Bermacam-macam bentuk kemiskinan pada zaman St Vinsensius de Paul, sama halnya dewasa ini, adalah akibat dari politik yang ambisius dari pemerintah. Di Perancis pada zamannya, Vinsensius de Paul telah menyelesaikan suatu pekerjaan raksasa dalam hal mengikis kemiskinan. Dia mendirikan berbagai bentuk pelayanan untuk merobah dan memperbaiki kondisi para orang miskin yang sengsara.
Dia mengorganisir Imam-Imam Kongregasi Missi yang ditujukan untuk meng-Injil-i dan melayani para orang miskin; bersama dengan Louise de Marillac dia mengumpulkan atau mendirikan Kongregasi Puteri-Puteri Kasih untuk bekerja secara langsung kepada orang-orang yang terlantar; dia mendirikan kelompok para Sukarekawan Pekerja Kasih untuk mengunjungi orang-orang sakit dan miskin di rumah mereka masing-masing; dia menggiatkan pembentukan kaum intelek dan pendidikan para imam dengan tujuan agar mereka memihak kepada para orang miskin, mendirikan seminari-seminari, memajukan Pertemuan setiap hari Kamis, menyadarkan mereka bahwa masa pensiun juga dibutuhkan; dia mengorganisir rumahsakit-rumahsakit, rumah-rumah untuk mengumpulkan atau menampung anak-anak, orang dewasa dan para pasien; dia menciptakan lapangan pekerjaan dengan menampung anak-anak jalanan, anak-anak yang ditelantarkan, anak-anak yang tidak mempunyai tempat tinggal, famili atau keluarga, makanan, maupun perlindungan dalam bentuk apa pun.

Perjuangan Vinsensius dalam hidupnya selalu menyediakan makanan bagi mereka yang kelaparan dan memperdulikan martabat dan harga diri para orang miskin. Tidak ada orang miskin yang tidak mendapat perhatiannya; malah sebaliknya, dia menunjukkan kemarahan karena banyaknya orang lapar yang memenuhi jalan-jalan. Dia bekerja di kapal tepatnya di dapur kapal, di mana para tahanan dihukum dengan mempekerjakan mereka sebagai pendayung atau pengayuh. Dia memberi pertolongan kepada para korban perang, wabah penyakit pest dan kelaparan. Seseorang dapat menyatakan bahwa Vinsensius de Paul telah menyelesaikan atau melaksanakan satu proyek hingga mencapai tingkat “bebas kelaparan” di kota Lorraine, Champagne and Picardy, kota-kota atau region-regio yang diporak porandakan oleh perang dan bahaya kelaparan.

Dari San Quentin pada tahun 1652, seorang Imam (kongregasi) Missi menulis kepada Vinsensius: “Kelaparan di sini begitu hebat sehingga kami melihat orang-orang memakan sampah-sampah, mengunyah rumput, melahap kulit kayu, juga mencabik dan melahap permadani usang yang menyelimuti mereka. Namun yang mengerikan –dan sekiranya kita sendiri tidak melihatnya, kita tidak akan berani untuk menyatakannya - bahwa mereka memakan tangan dan lengannya sendiri dan sedang sekarat dalam keputus-asaan.”

Dari surat-surat yang dikirim oleh para Imam (Kongregasi) Missi kepada St Vinsensius, seseorang menemukan ceritera-ceritera tetang kisah-kisah yang mengerikan akibat dari Perang di Fronde. Mereka melukiskan sebagai berikut: “Baru-baru ini, kami telah mengunjungi 35 kampung di dekanat Guise di mana kami menemukan sekitar 600 orang, mereka ini amat sangat menderita, sehingga mereka mengambil anjing dan kuda mati untuk dimakan setelah para serigala memuaskan kelaparan mereka lebih dahulu. Di kota Guise saja ada lebih dari 500 pasien mengambil tempat tinggal dalam lobang-lobang dan dalam gua-gua yang gelap, tempat-tempat yang hanya pantas untuk binatang-binatang daripada untuk makhluk manusia.”


5. SIKAP PARA VINSENSIAN

Keluarga Vinsensian, secara perseorangan maupun dalam kelompok yang mempunyai ikatan kepada kharisma dan spiritualitas yang telah disebarluaskan oleh Vinsensius de Paul, mulai
melihat kembali karyanya bersama dengan para orang miskin. Keluarga Vinsensian berusaha keras untuk kembali kepada sumbernya. Tema “Menggalakkan suatu Perubahan Sistemik -Strategi Menolong Orang Miskin keluar dari kemiskinan” adalah suatu sistem berdasarkan analisa yang tepat.

350 tahun setelah Vinsensius de Paul meninggal, kita menemukan kembali hal-hal yang bagi Vinsensius sudah jelas. Kita mulai menemukan kembali prinsip-prinsip pendidikan yang bijaksana yang dipakai oleh Vinsensius de Paul dalam bekerja bersama orang miskin: pengabdian dan pelayanan kepada mereka dengan menolong mereka secara material dan spiritual.

Menolong orang miskin keluar dari kemiskinan materi berarti menolong mereka keluar dari kemiskinan politik. Seseorang yang miskin secara politik bukanlah warga negara yang sejati sebab dia tidak memiliki kemampuan berorganisasi dan ini berarti, tidak mempunyai kemampuan untuk memulai suatu perubahan, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk kelompoknya.

Keterlibatan dan komitmen

Menurut Vinsensius de Paul, seseorang perlu mengetahui dengan jelas kenyataan orang miskin yang sebenarnya, mengetahui kondisi materi dan memahami situasi mereka sebagai seorang manusia. Vinsensius selalu penuh perhatian akan kehormatan setiap orang, kalau bekerja dengan orang miskin. Tugas para Vinsensian adalah mengusahakan suatu perobahan yang terprogram dan teratur atas hidup para saudara yang tersingkir, menurut pandangan mereka yaitu martabat dan hidup yang berkelimpahan pada semua dimensi kemanusiaan: “Jika di antara kita ada yang berpikir dan mengaku bahwa mereka sedang melaksanakan Missi peng-Injili-an kepada orang miskin yaitu memelihara hidup rohani mereka, tetapi tidak berbuat sesuatu terhadap penderitaan mereka, tidak memperdulikan kebutuhan jasmaninya, saya mengatakan bahwa kita harus menolong mereka dan memberikan pertolongan kepada mereka dengan cara apapun, langsung oleh kita sendiri dan oleh orang lain juga, jika kita ingin mendengar sabda yang menggembirakan ini, yang diucapkan oleh Hakim Agung untuk orang-orang yang hidup dan mati: ‘Marilah, kalian yang dikasihi oleh Bapa-Ku; milikilah kerajaan yang telah disediakan bagimu, sebab, ketika Aku lapar dan kamu telah memberi Aku makan, Aku telanjang dan kamu telah memberi Aku pakaian, Aku sakit dan kamu telah memberi pertolongan kepadaKu.’ Melakukan hal-hal yang seperti ini merupakan penyebaran Injil dengan kata-kata dan dengan perbuatan, dan inilah cara yang paling baik; hal seperti inilah juga yang telah diperbuat oleh TUHAN kita, dan hal inilah juga yang harus dilakukan oleh mereka yang mewakili Dia di dunia ini.”

Kami hanya mau mengingatkan saja bahwa pekerjaan para Vinsensian saat ini tidak hanya ditujukan kepada akibat-akibat malapetaka yang menimpa kehidupan para orang miskin, tetapi juga dan yang paling utama memerangi akar atau penyebab kemiskinan itu sendiri. Lebih dari yang sudah sudah, dalam karya Vinsensian, seseorang perlu menyuarakan strategi-strategi untuk perubahan yang melibatkan juga unsur-unsur politik yang membimbing para orang miskin ke arah:

1. meninggalkan proses sejarah yang mengakibatkan ketidak-tahuan. Di satu pihak, memberikan kepadanya sarana-sarana yang dibutuhkan sehingga dia mengetahui bahwa dia hidup dalam kemiskinan, dan di lain pihak, bahwa dia sendiri harus diajak untuk mengetahui dan menyadari bahwa dia miskin;
2. berhenti menjadi bahan dan obyek manipulasi dan beralih menjadi seorang pelaku dan penegak martabat diri sendiri;
3. berlaku sebagai seorang warga-negara yang mampu mengatur dan mengelola hidup sendiri secara politik dan membuktikan bahwa sendiri mampu membuat perubahan yang berarti dalam hidupnya dan dalam hidup komunitas atau masyarakat;
4. memiliki kesadaran akan hak-haknya dan menyusun program dasar demi pembebasan dirinya sendiri.

350 tahun setelah meninggalnya Vinsensius de Paul kita diminta untuk membuat suatu loncatan yang bermakna dalam karya Vinsensian.


Bersumber pada cara berpikir St Vinsensius de Paul:

“Untuk meng-Injil-i orang miskin tidak berarti hanya harus mengajar mereka misteri-misteri (iman) yang diperlukan untuk keselamatan mereka, tetapi juga melakukan apa yang telah diramalkan dan diwartakan oleh para nabi, mengusahakan agar Injil dipraktekkan. …Biarlah para imam mengabdikan hidup mereka demi pelayanan para orang miskin. Bukankah hal yang demikian itulah yang diperbuat oleh TUHAN kita dan para orang kudus terkenal, dan mereka tidak hanya menyerahkan orang miskin kepada orang lain, tetapi mereka sendiri menghiburnya, menyenangkan dan menyembuhkan mereka? Bukankah merekalah saudara dan saudari kita? …Jika di antara kita ada yang berpikir, mereka yang berpendapat bahwa mereka sedang melaksanakan Misi meng-Injili-i para orang miskin tetapi tidak berbuat sesuatu terhadap penderitaan mereka, memelihara hidup rohani mereka tetapi tidak memperdulikan kebutuhan jasmaninya, saya mengatakan bahwa kita harus menolong mereka dan memberikan mereka pertolongan dengan cara apapun, oleh kita sendiri dan oleh orang lain juga, jika kita ingin mendengar kata-kata yang menggembirakan ini yang diucapkan oleh Hakim Agung untuk orang-orang yang hidup dan mati: ‘Marilah, kalian yang dikasihi oleh Bapa-Ku; milikilah kerajaan yang telah disediakan bagimu, sebab ketika Aku lapar dan kamu telah memberi Aku makan, Aku telanjang dan kamu telah memberi Aku pakaian, Aku sakit dan kamu telah memberi pertolongan kepada-Ku.’ Melakukan hal-hal yang seperti ini merupakan peng-Injil-an dengan kata-kata dan dengan perbuatan, dan inilah cara yang paling baik; seperti ini jugalah apa yang telah diperbuat oleh TUHAN kita, dan inilah yang seharusanya diperbuat oleh mereka yang mewakili Dia di dunia ini. Hal inilah yang seharusnya, yang mendorong kita agar lebih memilih peng-Injilan yang seperti ini daripada semua kegiatan, urusan dan pekerjaan di dunia ini dan kita sendiri memang merasa gembira karenanya.”


PERTANYAAN UNTUK REFLEKSI PRIBADI DAN KELOMPOK

1. Untuk anda, siapakah orang yang disingkirkan dalam masyarakat?

2. Apa yang harus kita perbuat, agar karya kiuat bersama orang miskin menjadi effektif?

3. Bagaimana agar isi renungan atau refleksi ini mempengaruhi anggota Keluarga Vinsensian dalam hal berdoa, pembinaan, dan proyek-proyek konkrit dalam pelayanan kepada orang miskin?

Diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Marcelo V. Manimtim, CM, Province of the Philippines
Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Suster Mariana Situngkir SCMM

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by kevin indonesia  |  Template by Blogspot tutorial