Minggu, 22 Maret 2009

MENINGGALKAN TUHAN UNTUK BERTEMU TUHAN

Rm. Werang CM

Hari belum menjelang malam. Beberapa orang bergegas datang ke rumah kecil itu setelah mendengar dentangan lonceng. Tampak beberapa ibu-ibu mengendong bayi mereka dan masuk ke dalam rumah kecil itu. Sedangkan sebagian ibu-ibu sudah duduk di dalamnya. Beberapa saat kemudian tiga orang bapak juga ikut masuk ke dalam rumah kecil itu. Mereka hanya memakai celana pendek saja, dan baju yang sudah agak kumal dan tampak sobek di mana-mana. Mereka segera mencari tempat dan duduk di bagian belakang. Semua mata mereka terarah pada meja kecil yang ada di depan mereka. Meja itu dibuat sangat sederhana dan diletakan di dekat dinding, persis di atas gambar Yesus dan sepuluh rosario berwarna yang digantung membentuk lukisan hati. Di atas meja itu diletakan salib dan dua buah lilin bekas yang sedang menyala. Satu buah kitab suci yang sudah kumal diletakkan di tengah-tengah dengan dihiasi bermacam-macam bunga disampingnya. Itulah ruangan prayer house umat Kasrenai yang letaknya di tengah-tengah rumah-rumah penduduk.
Ketika itu, mereka semua datang untuk melakukan doa dan sharing tentang hidup dan pengalaman iman mereka (LSE), life sharing experience di dalam rumah doa itu. Setiap minggu mereka secara rutin datang mengadakan pertemuan. Joseph, salah satu satu prayer leader di paroki kami selalu memimpin pertemuan dan sharing pendalaman iman dan kitab suci. Rumahnya dekat dengan prayer house. Ketika pertemuan akan dimulai, Joseph mengajak mereka untuk membuka kitab suci dan meminta seseorang untuk membacanya, setelah itu mereka merenungkan bersama-sama. Anna, salah seorang ibu membagikan pengalaman imannya tentang kehadiran Tuhan Yesus. Ia memilih teks kitab suci dari Mat 25: 45; dan dengan suara yang lantang ia membacanya (...”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku”). Teks ini sangat menyentuh hidup dia. Katanya kepada kami yang hadir dalam pertemuan itu. Dia berkisah bahwa kita dapat berjumpa dengan Tuhan tidak hanya saat kita berdoa, atau saat kita datang ke gereja, atau pada saat kita datang ke dalam pertemuan seperti ini, tetapi teks kitab suci ini mengingatkan kita bahwa, Tuhan juga hadir dalam diri orang-orang miskin, orang-orang cacat yang tidak pernah kita sapa, atau tidak pernah kita kunjungi. Ia lalu melanjutkan kisahnya bahwa beberapa hari yang lalu, dia sedang berdoa rosario , dan seorang anak cacat mental, Gabriel namanya datang kepadanya untuk meminta garam. Saat itu, dia tidak segera menemuinya, karena dia berpikir bahwa setelah menyelesaikan doa rosario , baru dia akan keluar menemui anak itu. Tatkala selesai mendaraskan doa rosario , dia keluar dari rumahnya, tetapi tidak menemui anak itu lagi, karena anak itu sudah pergi, tentu dengan tangan hampa, tanpa garam. Tentu, Gabriel sangat membutuhkan garam. Ia menyesal, mengapa dia tidak dapat meninggalkan doa rosarionya dan pergi menemui Gabriel yang sedang membutuhkannya. Demikian Anna membagikan permenungannya dan kisahnya kepada kami.

Kehadiran Tuhan dalam orang Miskin
Dalam Injil Matius 25: 42-43, Tuhan Yesus secara gamblang mengidentifikasikan diriNya dengan orang miskin. Ia berkata kepada mereka “Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum. Ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku”. Kata-kata Tuhan Yesus mengugah hati setiap orang yang mendengarkanNya. Bagaimana mungkin Engkau hadir di sana , sehingga mereka bertanya kepada Tuhan Yesus; “bilamana Tuhan, kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?
Kehadiran Yesus adalah kehadiran yang menyapa, yang menyejukan hati orang-orang miskin. Ketika banyak orang menganggab orang-orang miskin sebagai orang-orang yang berdosa, Yesus justru datang mengunjungi mereka. Yesus datang dan makan bersama dengan mereka. Dia menerima mereka, bahkan kotbah Yesus di bukit adalah salah satu contohnya bagaimana Tuhan Yesus mewartakan berbahagialah orang-orang miskin dihadapan Allah, karena merekalah empunya kerajaan Allah. Ungkapan berbagialah suatu ungkapan akan sikap hidup yang mendalam dan cara hidup dari orang-orang miskin. Meskipun hidup mereka miskin di mata dunia, tetapi mereka memiliki kekayaan hati yang luar biasa, karena ketika mereka tidak memiliki apa-apa, harapan dan ketergantungan mereka hanyalah pada Tuhan. Tuhan sebagai satu-satunya harapan dan tempat mereka mengadu. Mereka tidak memiliki harta atau kekayaan sebagai sandaran hidup mereka, maka Tuhan menjadi kekuatan hidup mereka. Inilah sikap hidup yang mendalam dan cara hidup dari orang-orang miskin yang disebut Yesus sebagai orang-orang yang berbahagia.

Berbagi dengan Orang Miskin
Ketika matahari mulai kembali ke peraduannya, dan malam mulai datang menyelimuti kampung itu, Joseph mengakhiri sharing dan doa bersama mereka. Mereka ingin melakukan sesuatu untuk Tuhan yang hadir dalam diri orang miskin, yakni mengumpulkan makanan, dan pergi mengunjungi orang-orang cacat yang ada di dalam komunitas mereka. Semua yang hadir setuju dan segera itu, mereka menutup pertemuan mereka dengan doa penutup dan sebuah nyayian syukur dan terima kasih.
Kesadaran bahwa Tuhan Yesus hadir dan mengidentifikasikan diriNya dengan orang miskin membuat komunitas mereka ingin melakukan sesuatu untuk orang-orang miskin. Teks kitab suci dari injil Matius membuka hati dan pikiran mereka, bahwa Tuhan tidak hanya dijumpai di dalam gereja, di rumah-rumah doa, atau pun pada saat kita berdoa saja, tetapi juga Tuhan hadir secara nyata dalam diri orang miskin. “bukan hanya setiap orang yang berteriak Tuhan-Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, tetapi setiap orang yang melakukan kehendak Bapa di surga”. Kehendak Bapa di surga adalah melakukan tindakan-tindakan kebajikan, berani berbagi kepada orang-orang miskin, dan berjumpa dengan orang-orang miskin yang membutuhkan uluran tangan mereka. Kesadaran bahwa Tuhan berbicara kepada mereka melalui orang miskin membuat mereka ingin melakukan suatu tindakan konkret kepada orang-orang miskin.
Beberapa hari kemudian, Joseph datang dan menemuiku di pastoran. Ia berkisah bahwa ketika mereka datang menemui mereka dan membawa makanan kepada orang-orang cacat yang ada di komunitas mereka, mereka merasakan damai, dan kegembiraan tersendiri. Joseph bercerita kepadaku bahwa dia hanya memiliki sedikit sagu, dan banana. Inilah yang dapat dia bagikan kepada orang-orang miskin, tetapi apa yang dimilikinya dan dibagikan itu mendatangkan kegembiraan bagi orang-orang cacat. Ia mulai menyadari bahwa hidup ini menjadi sangat berharga ketika kita berani berbagi apa yang kita miliki kepada orang-orang miskin, karena kita membuat hidup mereka menjadi sangat berharga dan bahagia. Demikian petuah bijaknya kepadaku. Aku hanya dapat diam, ketika butir-butir penemuan hidup ini mereka hayati dalam hidup mereka. Ia berkata kepadaku, tidak cukup kita hanya berdoa mengadakan berbagai kegiatan dengan pertemuan-pertemuan saja, tetapi kita juga perlu pergi bertemu, berkunjung, menyapa dan berbagi dengan orang-orang miskin dan cacat.
Aku sendiri kagum akan sikap penghayatan hidup mereka yang memandang orang-orang miskin adalah Tuhan Yesus yang hadir dalam diri mereka. Sebuah butir permenungan yang dikatakan oleh Santo Vinsensius, bahwa ketika engkau sedang berdoa, dan ada orang-orang miskin datang ke tempatmu, tinggalkan doamu, atau tinggalkan Tuhan untuk bertemu dengan Tuhan sendiri yang hadir dalam diri orang miskin.

Peluang Untuk Memberi
Kita hidup di sebuah peradaban yang ditandai dengan persaingan. Siapa yang memiliki banyak uang akan menang di pasar modal, dan yang tidak memilikinya akan segera tergusur. Pasar-pasar tradisional semakin tergusur dengan hadirnya berbagai jenis pasar modern, mall, plasa dan bermacam-macam jenis supermarket. Semuanya melindis orang-orang miskin, karena orang miskin tidak memiliki power untuk membela hak dan martabat mereka. Uang seperti seorang raja yang memiliki kekuatan yang luar biasa, dan mampu menaklukan siapa saja, tanpa peduli hak dan martabat hidup orang lain. Orang-orang yang “memiliki” dilihat sebagai orang-orang yang terberkati, sedangkan orang-orang miskin yang tidak memiliki apa-apa dilihat sebagai orang-orang yang tidak diberkati oleh Tuhan. Inilah yang membuat Karl Marx pada abad ke-19 mengeritik keras perilaku kaum kapitalisme yang hanya memikirkan diri sendiri dengan mengumpulkan modal dan uang, tetapi memakai cara-cara yang tidak manusiawi untuk mengeruk kekayaan dari orang-orang miskin.
Gejala kapitalisme itu juga masih mewabah pada jaman ini. Sebuah tantangan bagi kita yang hidup di jaman ini, karena gaya hidup materialisme, dan hedonisme merupakan buah dari globalisasi dan produk dari kaum kapitalisme. Gejala kapitalisme ini membuat hidup kita semakin mengabdi kepada individualisme, tanpa memikirkan bahwa kita hidup bersama dengan orang lain dan dengan tetanga kita yang ada di samping kita. Di tengah segala tantangan hidup seperti ini, kita perlu melihat kembali tawaran hidup damai yakni berani berbagi kepada orang lain, khususnya kepada orang miskin. Tuhan Yesus mengingatkan kita akan kehadiranNya yang menyapa dalam diri orang miskin “sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku”. Sabda Tuhan Yesus ini mengingatkan kita untuk tidak terlambat dalam berbagi kepada orang-orang miskin, dan memikirkan hak-hak hidup mereka sebagai seorang manusia. Kesadaran ini harus kita pupuk dalam hidup kita, karena ketika memiliki kekayaan, sebenarnya, kita memiliki peluang untuk berani berbagi kepada orang lain. Peluang untuk mencintai orang-orang miskin.

Cita rasa Kehadiran Tuhan
Orang-orang Papua adalah orang-orang yang sederhana, tetapi cita rasa akan kehadiran Tuhan dalam diri orang-orang yang paling miskin masih tetap mereka rasakan dalam hidup mereka. Mereka tidak pernah mengerti suatu semangat meninggalkan Tuhan untuk bertemu dengan Tuhan. Tetapi semangat itu mereka hayati dan temukan dalam hidup mereka setiap hari. Kesadaran bahwa Tuhan hadir dalam diri orang miskin, membuat mereka berani membagikan apa yang mereka miliki kepada orang-orang cacat yang ada di sekitar mereka. Kekayaan mereka yang minim masih membuat mereka memiliki peluang untuk berbagi kepada orang-orang cacat. Mereka tidak melakukan hal-hal yang besar, tetapi hanya memberi sagu, pisang, dan jenis umbi-umbian karena itulah yang mereka miliki. Namun kedalaman hati mereka mengajarkan sebuah cita rasa akan akan cinta Tuhan dalam diri orang miskin. Mereka adalah orang-orang yang tidak jauh dari Kerajaan Surga. Inilah jalan kekudusan yang mereka hayati. Jalan kekudusan tidak hanya soal seberapa banyak mereka datang mengikuti atau menghadiri perayaan ekaristi, berdoa novena atau berdoa rosario, tetapi jalan kekudusan juga dapat diraih melalui melakukan karya cinta kasih yang konkret yakni mencintai orang-orang miskin yang ada di sekitar kita, dengan berani berbagi apa yang kita miliki kepada orang miskin.
Ketika aku duduk sendirian di pastoran, sharing dari Anna mengiang kembali di dalam pikiranku. Betapa kedalaman hatinya mengajarkan sebuah nilai akan sebuah penghayatan meninggalkan Tuhan untuk bertemu dengan Tuhan. Acapkali aku tidak mau digangu oleh orang-orang miskin yang datang ke tempatku, ketika aku sedang berdoa. Aku tidak ingin meninggalkan kemesrahan yang sedang aku alami dalam doa bersama dengan Tuhan dengan meninggalkan begitu saja doa-doaku. Inilah wajah-wajah khusuk kita, ketika kita sedang berdoa atau menjalin relasi yang mesrah dengan Tuhan. Kita enggan untuk meninggalkan apa yang kita alami dalam doa untuk bertemu dengan orang yang sedang membutuhkan perhatian, dan cinta dari kita. Namun, Anna telah mengajarkan sebuah nilai kesadaran akan arti pentingnya kehadiran Tuhan yang berdiri di depan pintu rumah yang datang mengunjungi kita, yang membutuhkan uluran kebaikan dan tangan dari kita, karena di sanalah kita bertemu dengan Tuhan sendiri. Kita meninggalkan Tuhan dalam doa, tetapi kita bertemu dengan Tuhan yang datang dan hadir dalam diri orang miskin.


0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by kevin indonesia  |  Template by Blogspot tutorial