Mizaél Donizetti Poggioli, CM
1. DUA DUNIA YANG TAK SEIMBANG
Berbicara tentang kemiskinan di dunia ini sebenarnya berbicara tentang pengucilan sosial. Dunia ini, dalam aspek materinya (dalam hal kesejahteraan), dibagi dalam dua bagian besar. Pertama, bagian yang terdiri dari negara-negara yang mempunyai Index Pengucilan Sosial (Social Exclusion Index) paling rendah. Negara-negara tersebut terdapat di Eropa dan menjadi pusat sejarah dari pengembangan kapitalisme, di dalamnya termasuk Jepang, Amerika Serikat dan Canada, yang kemudian menjadi negara-negara industri yang mengatur atau menguasai segala sesuatu tentang pembaharuan pertanian dan pengembangan arah politik atas kebijakan pengaturan penghasilan nasional. Jadi, terdapat 28 negara dengan index pengucilan sosial yang paling rendah. Empat dari negara-negara ini terdapat di Eropa Timur yang merupakan anggota baru dari Persatuan Negara Eropa (Lithuania, Slovakia, Hungary dan negara Republik Czech). Kenyataan ini menunjukkan sumbangan dari penguasa negara sosialis atas perbaikan ideks-indeks kwalitas hidup dan pengeluaran sosial. Negara yang 28 ini meliputi 14.4% dari penduduk dunia dan menggunakan atau menikmati 52.1% dari penghasilan global yang diproduksi setiap tahun. Pendapatan penduduk negara ini rata-rata per kepala sekitar US$ 26,900 dengan mempertimbangkan kriteria kemampuan daya beli rata-rata (Purchasing Power Parity -PPP).
Kemudian terdapat 60 negara dengan pengucilan sosial yang semakin meningkat. Negara-negara ini meliputi 35.5% dari penduduk dunia dan menggunakan hanya 11.1% dari penghasilan atau fasilitas yang terdapat di dunia ini. Pendapatan penduduk negara ini rata-rata per kepala sekitar US$ 2,300 dengan mempertimbangkan kriteria kemampuan daya beli rata-rata. Dari 60 negara ini, 44 negara terdapat di Afrika dan Oceania, yang pada abad 19 terbagi-bagi wilayahnya oleh negara negara Eropa demi memperoleh keuntungan mereka. Ada 10 negara di Asia yang harus tunduk terhadap berbagai macam pekerjaan baik formal maupun informal, 6 negara di Amerika Latin yang ketergantungan politiknya sejak abad 19, tidak selalu berarti suatu otonomi yang nyata dalam hal ekonomi, keuangan atau politik. Seseorang, hendaknya jangan lupa bahwa 80% penduduk Afrika hidup di negara-negara, tempat di mana pengucilan sosial sangat tinggi jika dibandingkan dengan yang 37% di Asia, 19% di Oceania dan 7% di Amerika Latin.
2. SIAPA YANG DIKUCILKAN?
Kemiskinan Materi
Negara-negara yang menghadirkan Index Pengucilan Sosial yang paling buruk, sebagian besar, adalah korban-korban kemiskinan, ketidak-setaraan, pendidikan rendah, buta-huruf, kurang mampu untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan menanggung ketidak pastian dalam lapangan kerja. Mereka ini adalah negara-negara yang malah menanggung konsekwensi pengucilan sosial gaya lama seperti penghasilan atau pendapatan rendah dan angka buta-huruf tinggi, begitu pula pengucilan sosial gaya baru yang ditandai dengan angka pengangguran tinggi, penghasilan yang tidak setara, pendidikan rendah dan kekerasan.
Kemiskinan Politik
Sebagai tambahan kepada kemiskinan materi terdapat suatu bentuk kemiskinan yang lebih mendesak, yaitu kemiskinan politik. Konsep kemiskinan politik muncul dalam konteks politik sosial, secara khusus dalam pergulatan memerangi kemiskinan. Dewasa ini hal itu dipergunakan secara luas dalam deskripsi atas perkembangan, dari program pengembangan oraganisasi bangsa-bangsa di dunia (UN), secara khusus sejak tahun 1997. Hal itu menunjukkan bahwa kemiskinan tidak boleh dibatasi hanya pada kekurangan materi saja, benar bahwa materi selalu penting, karena kemiskinan pada dasarnya adalah suatu gejala dari politik pengucilan (tidak diperhitungkan, tidak ditangani secara serius).
Menjadi seorang yang miskin bukan hanya soal bahwa seseorang itu tidak berpunya, bukan hanya pada tidak ada. Mengalami kelaparan tentu saja suatu kesengsaraan, tetapi yang lebih sengsara lagi tidak mengetahui bahwa, pertama, kelaparan itu dicipta dan dipaksakan, kedua, bahwa mengatasi kelaparan, tidak cukuplah hanya memperoleh makan, tetapi yang lebih penting lagi bahwa seseorang seharusnya berada dalam satu kondisi mampu menghasilkan makanan yang cukup untuk kebutuhannya sendiri.
Dengan demikian, ketidaktahuan atau kebodohan adalah sumber kemiskinan. Orang miskin, pertama-tama adalah orang yang malah tidak sadar atau seseorang yang dibuat agar tidak mengetahui bahwa dia sebenarnya miskin. Orang miskin yang tidak bisa dipulihkan adalah seseorang yang tidak tahu bahwa dia sebenarnya miskin. Dia kurang memiliki kemampuan membela diri, pertama, untuk “membaca” kenyataan diri sendiri dan, kemudian menghadapkannya dengan suatu pilihan politik proyek. Karena dia kurang memiliki kemampuan membela diri ini, dia gagal menjadi seorang pelaku, pemimpin atas sejarahnya sendiri, oleh karena itu, dia hanya menunggu apa jalan keluar atas masalahnya dari orang lain. Sistem itu mengambil keuntungan dari keadaan yang seperti ini membuat orang miskin agar tetap sebagai suatu “massa yang dimanipulasi” memperlakukan orang miskin hanya sebagai pembebek daripada memperlakukan dia sebagai seorang warga-negara.
Seseorang dihalangi menjadi pencipta sejarah hidupnya. Karena itu, kemiskinan bukan hanya menderita kekurangan benda-benda materi saja, tetapi yang lebih parah lagi, dihambat untuk membangun kesempatan bagi dirinya sendiri, untuk mencipta tujuannya sendiri dalam tanggungjawabnya sendiri. Namun, ketika kita berbicara mengenai ketidak-tahuan atau kebodohan, kita tidak menyatakan apa yang diketahui oleh setiap pendidik yang kenyataannya tidak ada, yakni bahwa setiap mahkluk manusia ditentukan secara hermeneutis dan budaya, dia mengembangkan kebudayaannya sendiri dan berbagi pengetahuan, dia memelihara warisan-warisan sejarah dan keragaman identitas. Namun kita mau mengungkapkan bahwa kebodohan atau ketidaktahuan secara historis diproduksi, dipertahankan dan diabadikan.
3. ORANG MISKIN SEBAGAI SUBYEK
Politik yang dianut oleh Bank Dunia tidak memenuhi pertumbuhan yang diharapkan. Ketika kita mengukur pertumbuhan pada suatu kelompok penduduk manusia, yang diambil sebagai bahan pertimbangan adalah pertumbuhan ekonomi dalam suatu jumlah yang amat besar. Ketika Hasil Kotor Nasional (GNP) diamati sedang bertumbuh dalam suatu negara atau region tertentu, hal ini sudah dianggap bahwa sasaran atas pengikisan kemiskinan telah dicapai.
Hal ini mengajak kita untuk melanjutkan pengamatan-pengamatan yang berikut.
Pertama, pertumbuhan Hasil Kotor Nasional amat sangat lamban dan bisa jadi sama sekali tidak menguntungkan rakyat yang miskin. Kedua, kalau hal yang seperti ini terjadi, pertumbuhan ini malah dapat dianggap mengorbankan para orang miskin. Sebagai akibatnya, dengan menganut pengertian pertumbuhan yang seperti ini, para orang miskin dianggap atau diperlakukan sebagai obyek-obyek; mereka gagal mengenali potensi mereka yang amat berharga, secara khusus para wanita dan anak-anak. Dalam banyak situasi, pemerintah atau penguasa tidak melihat mereka sebagai pribadi yang merdeka dan pelaku utama atas perkembangan mereka sendiri.
Kita tahu bahwa makhluk manusia, dalam struktur yang ada, mampu untuk membuat perubahan dalam struktur tersebut dan dalam dirinya sendiri, membuka ruang lingkup yang cukup luas untuk bertindak; dia mencipta sejarahnya sendiri dan kelompoknya. Makhluk manusia mampu untuk berjuang menentang segala bentuk pembatasan atas segala hal; dia mampu membangun otonomi sendiri.
4. SIKAP DAN PANDANGAN ST VINSENSIUS DE PAUL
Bermacam-macam bentuk kemiskinan pada zaman St Vinsensius de Paul, sama halnya dewasa ini, adalah akibat dari politik yang ambisius dari pemerintah. Di Perancis pada zamannya, Vinsensius de Paul telah menyelesaikan suatu pekerjaan raksasa dalam hal mengikis kemiskinan. Dia mendirikan berbagai bentuk pelayanan untuk merobah dan memperbaiki kondisi para orang miskin yang sengsara.
Dia mengorganisir Imam-Imam Kongregasi Missi yang ditujukan untuk meng-Injil-i dan melayani para orang miskin; bersama dengan Louise de Marillac dia mengumpulkan atau mendirikan Kongregasi Puteri-Puteri Kasih untuk bekerja secara langsung kepada orang-orang yang terlantar; dia mendirikan kelompok para Sukarekawan Pekerja Kasih untuk mengunjungi orang-orang sakit dan miskin di rumah mereka masing-masing; dia menggiatkan pembentukan kaum intelek dan pendidikan para imam dengan tujuan agar mereka memihak kepada para orang miskin, mendirikan seminari-seminari, memajukan Pertemuan setiap hari Kamis, menyadarkan mereka bahwa masa pensiun juga dibutuhkan; dia mengorganisir rumahsakit-rumahsakit, rumah-rumah untuk mengumpulkan atau menampung anak-anak, orang dewasa dan para pasien; dia menciptakan lapangan pekerjaan dengan menampung anak-anak jalanan, anak-anak yang ditelantarkan, anak-anak yang tidak mempunyai tempat tinggal, famili atau keluarga, makanan, maupun perlindungan dalam bentuk apa pun.
Perjuangan Vinsensius dalam hidupnya selalu menyediakan makanan bagi mereka yang kelaparan dan memperdulikan martabat dan harga diri para orang miskin. Tidak ada orang miskin yang tidak mendapat perhatiannya; malah sebaliknya, dia menunjukkan kemarahan karena banyaknya orang lapar yang memenuhi jalan-jalan. Dia bekerja di kapal tepatnya di dapur kapal, di mana para tahanan dihukum dengan mempekerjakan mereka sebagai pendayung atau pengayuh. Dia memberi pertolongan kepada para korban perang, wabah penyakit pest dan kelaparan. Seseorang dapat menyatakan bahwa Vinsensius de Paul telah menyelesaikan atau melaksanakan satu proyek hingga mencapai tingkat “bebas kelaparan” di kota Lorraine, Champagne and Picardy, kota-kota atau region-regio yang diporak porandakan oleh perang dan bahaya kelaparan.
Dari San Quentin pada tahun 1652, seorang Imam (kongregasi) Missi menulis kepada Vinsensius: “Kelaparan di sini begitu hebat sehingga kami melihat orang-orang memakan sampah-sampah, mengunyah rumput, melahap kulit kayu, juga mencabik dan melahap permadani usang yang menyelimuti mereka. Namun yang mengerikan –dan sekiranya kita sendiri tidak melihatnya, kita tidak akan berani untuk menyatakannya - bahwa mereka memakan tangan dan lengannya sendiri dan sedang sekarat dalam keputus-asaan.”
Dari surat-surat yang dikirim oleh para Imam (Kongregasi) Missi kepada St Vinsensius, seseorang menemukan ceritera-ceritera tetang kisah-kisah yang mengerikan akibat dari Perang di Fronde. Mereka melukiskan sebagai berikut: “Baru-baru ini, kami telah mengunjungi 35 kampung di dekanat Guise di mana kami menemukan sekitar 600 orang, mereka ini amat sangat menderita, sehingga mereka mengambil anjing dan kuda mati untuk dimakan setelah para serigala memuaskan kelaparan mereka lebih dahulu. Di kota Guise saja ada lebih dari 500 pasien mengambil tempat tinggal dalam lobang-lobang dan dalam gua-gua yang gelap, tempat-tempat yang hanya pantas untuk binatang-binatang daripada untuk makhluk manusia.”
5. SIKAP PARA VINSENSIAN
Keluarga Vinsensian, secara perseorangan maupun dalam kelompok yang mempunyai ikatan kepada kharisma dan spiritualitas yang telah disebarluaskan oleh Vinsensius de Paul, mulai
melihat kembali karyanya bersama dengan para orang miskin. Keluarga Vinsensian berusaha keras untuk kembali kepada sumbernya. Tema “Menggalakkan suatu Perubahan Sistemik -Strategi Menolong Orang Miskin keluar dari kemiskinan” adalah suatu sistem berdasarkan analisa yang tepat.
350 tahun setelah Vinsensius de Paul meninggal, kita menemukan kembali hal-hal yang bagi Vinsensius sudah jelas. Kita mulai menemukan kembali prinsip-prinsip pendidikan yang bijaksana yang dipakai oleh Vinsensius de Paul dalam bekerja bersama orang miskin: pengabdian dan pelayanan kepada mereka dengan menolong mereka secara material dan spiritual.
Menolong orang miskin keluar dari kemiskinan materi berarti menolong mereka keluar dari kemiskinan politik. Seseorang yang miskin secara politik bukanlah warga negara yang sejati sebab dia tidak memiliki kemampuan berorganisasi dan ini berarti, tidak mempunyai kemampuan untuk memulai suatu perubahan, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk kelompoknya.
Keterlibatan dan komitmen
Menurut Vinsensius de Paul, seseorang perlu mengetahui dengan jelas kenyataan orang miskin yang sebenarnya, mengetahui kondisi materi dan memahami situasi mereka sebagai seorang manusia. Vinsensius selalu penuh perhatian akan kehormatan setiap orang, kalau bekerja dengan orang miskin. Tugas para Vinsensian adalah mengusahakan suatu perobahan yang terprogram dan teratur atas hidup para saudara yang tersingkir, menurut pandangan mereka yaitu martabat dan hidup yang berkelimpahan pada semua dimensi kemanusiaan: “Jika di antara kita ada yang berpikir dan mengaku bahwa mereka sedang melaksanakan Missi peng-Injili-an kepada orang miskin yaitu memelihara hidup rohani mereka, tetapi tidak berbuat sesuatu terhadap penderitaan mereka, tidak memperdulikan kebutuhan jasmaninya, saya mengatakan bahwa kita harus menolong mereka dan memberikan pertolongan kepada mereka dengan cara apapun, langsung oleh kita sendiri dan oleh orang lain juga, jika kita ingin mendengar sabda yang menggembirakan ini, yang diucapkan oleh Hakim Agung untuk orang-orang yang hidup dan mati: ‘Marilah, kalian yang dikasihi oleh Bapa-Ku; milikilah kerajaan yang telah disediakan bagimu, sebab, ketika Aku lapar dan kamu telah memberi Aku makan, Aku telanjang dan kamu telah memberi Aku pakaian, Aku sakit dan kamu telah memberi pertolongan kepadaKu.’ Melakukan hal-hal yang seperti ini merupakan penyebaran Injil dengan kata-kata dan dengan perbuatan, dan inilah cara yang paling baik; hal seperti inilah juga yang telah diperbuat oleh TUHAN kita, dan hal inilah juga yang harus dilakukan oleh mereka yang mewakili Dia di dunia ini.”
Kami hanya mau mengingatkan saja bahwa pekerjaan para Vinsensian saat ini tidak hanya ditujukan kepada akibat-akibat malapetaka yang menimpa kehidupan para orang miskin, tetapi juga dan yang paling utama memerangi akar atau penyebab kemiskinan itu sendiri. Lebih dari yang sudah sudah, dalam karya Vinsensian, seseorang perlu menyuarakan strategi-strategi untuk perubahan yang melibatkan juga unsur-unsur politik yang membimbing para orang miskin ke arah:
1. meninggalkan proses sejarah yang mengakibatkan ketidak-tahuan. Di satu pihak, memberikan kepadanya sarana-sarana yang dibutuhkan sehingga dia mengetahui bahwa dia hidup dalam kemiskinan, dan di lain pihak, bahwa dia sendiri harus diajak untuk mengetahui dan menyadari bahwa dia miskin;
2. berhenti menjadi bahan dan obyek manipulasi dan beralih menjadi seorang pelaku dan penegak martabat diri sendiri;
3. berlaku sebagai seorang warga-negara yang mampu mengatur dan mengelola hidup sendiri secara politik dan membuktikan bahwa sendiri mampu membuat perubahan yang berarti dalam hidupnya dan dalam hidup komunitas atau masyarakat;
4. memiliki kesadaran akan hak-haknya dan menyusun program dasar demi pembebasan dirinya sendiri.
350 tahun setelah meninggalnya Vinsensius de Paul kita diminta untuk membuat suatu loncatan yang bermakna dalam karya Vinsensian.
Bersumber pada cara berpikir St Vinsensius de Paul:
“Untuk meng-Injil-i orang miskin tidak berarti hanya harus mengajar mereka misteri-misteri (iman) yang diperlukan untuk keselamatan mereka, tetapi juga melakukan apa yang telah diramalkan dan diwartakan oleh para nabi, mengusahakan agar Injil dipraktekkan. …Biarlah para imam mengabdikan hidup mereka demi pelayanan para orang miskin. Bukankah hal yang demikian itulah yang diperbuat oleh TUHAN kita dan para orang kudus terkenal, dan mereka tidak hanya menyerahkan orang miskin kepada orang lain, tetapi mereka sendiri menghiburnya, menyenangkan dan menyembuhkan mereka? Bukankah merekalah saudara dan saudari kita? …Jika di antara kita ada yang berpikir, mereka yang berpendapat bahwa mereka sedang melaksanakan Misi meng-Injili-i para orang miskin tetapi tidak berbuat sesuatu terhadap penderitaan mereka, memelihara hidup rohani mereka tetapi tidak memperdulikan kebutuhan jasmaninya, saya mengatakan bahwa kita harus menolong mereka dan memberikan mereka pertolongan dengan cara apapun, oleh kita sendiri dan oleh orang lain juga, jika kita ingin mendengar kata-kata yang menggembirakan ini yang diucapkan oleh Hakim Agung untuk orang-orang yang hidup dan mati: ‘Marilah, kalian yang dikasihi oleh Bapa-Ku; milikilah kerajaan yang telah disediakan bagimu, sebab ketika Aku lapar dan kamu telah memberi Aku makan, Aku telanjang dan kamu telah memberi Aku pakaian, Aku sakit dan kamu telah memberi pertolongan kepada-Ku.’ Melakukan hal-hal yang seperti ini merupakan peng-Injil-an dengan kata-kata dan dengan perbuatan, dan inilah cara yang paling baik; seperti ini jugalah apa yang telah diperbuat oleh TUHAN kita, dan inilah yang seharusanya diperbuat oleh mereka yang mewakili Dia di dunia ini. Hal inilah yang seharusnya, yang mendorong kita agar lebih memilih peng-Injilan yang seperti ini daripada semua kegiatan, urusan dan pekerjaan di dunia ini dan kita sendiri memang merasa gembira karenanya.”
PERTANYAAN UNTUK REFLEKSI PRIBADI DAN KELOMPOK
1. Untuk anda, siapakah orang yang disingkirkan dalam masyarakat?
2. Apa yang harus kita perbuat, agar karya kiuat bersama orang miskin menjadi effektif?
3. Bagaimana agar isi renungan atau refleksi ini mempengaruhi anggota Keluarga Vinsensian dalam hal berdoa, pembinaan, dan proyek-proyek konkrit dalam pelayanan kepada orang miskin?
Diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Marcelo V. Manimtim, CM, Province of the Philippines
Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Suster Mariana Situngkir SCMM
Jumat, 18 Maret 2011
KEMISKINAN DI DUNIA BERMACAM-MACAM BENTUK KEMISKINAN
PENYELENGARAAN ILAHI DALAM HIDUP VINSENSIUS
Sr. Yosephine Purba, KYM
Tulisan ini menyajikan secara ringkas kisah hidup St. Vinsensius, terutama beberapa pengalaman yang amat menentukan penemuan tujuan hidupnya (panggilannya). Dari rangkaian pengalamannya kita akan melihat hal-hal berikut: siapa yang dimaksudkan oleh Vinsensius Penyelanggaraan Ilahi (PI), bagaimana Vinsensius membuka diri kepada PI itu dan bagaimana Vinsensius menjalin relasi denganNya.
Teks Kitab Suci yang berbunyi “carilah maka kamu akan mendapat” benar merupakan sebuah realitas dalam hidup Vinsensius. Vinsensius mencari dan menemukan jalan hidupnya.
Mencari Dan Menemukan
Dia lahir dalam keluarga petani kecil di desa Pouy, dekat kota Dax (Prancis Selatan) pada tahun 1581.
Ketika ia beranjak remaja berkat kecerdasannya orang tuanya mengirimnya untuk studi di kota Dax- hal yang tak biasa dalam keluarga petani zaman itu; dengan sebuah harapan, kelak setelah anaknya studi, anak akan menjadi seorang yang terpelajar, lalu kemungkinan untuk memperoleh jabatan tertentu dalam masyarakat, yang sekaligus membawa kehormatan bagi anak dan keluarga pun terbuka untuk diperoleh. Bila harapan ini tercapai status sosial ekonomi keluarganya akan menjadi lebih baik dan terpandang. Vincensius sendiri sadar akan harapan orang keluarganya. Dia juga tahu bahwa menolong keluarganya merupakan salah satu tanggungjawabnya. Hal ini tampak dari surat yang ditulisnya untuk ibunya, ketika ia masih di Paris. Vinsensius a.l. mengatakan ia belum dapat menolong orang tuanya karena ia belum mendapat pekerjaan.
Di Dax, semula ia tinggal di asrama sekolah yang dikelola Fransiskan tapi kemudian untuk menghemat biaya, dan karena kerajinan dan tanggungjawabnya dia diterima menjadi tutor studi dalam keluarga de Comet, seorang hakim. Ia sangat disukai oleh keluarga ini, dan didukung untuk menjadi imam. Vinsensius sendiri menerima tawaran untuk menjadi imam. Ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Toulouse. Di universitas ini ia belajar teologi.
Kepergian Bapaknya memaksa ia lebih mandiri. Setelah bapaknya meninggal dunia Vinsensius tetap melanjutkan pendidikannya, tapi dengan biaya yang diusahakan sendiri dengan menjadi tutor di asrama. Ketika ia masih studi di universitas, ia sudah menerima tahbisan imam di Château l’Évêque dalam usia yang sangat muda, 19 tahun. Bukan karena Vinsensius ingin cepat-cepat melakukan karya pastoral, melainkan karena terdesak oleh kebutuhan memperoleh kerja yang mendatangkan in come bagi dirinya dan keluarganya. Sayang, dia tidak jadi bekerja di paroki yang telah dia harap-harapkan karena ada imam lain yang telah ditempatkan di paroki itu. Vinsensius gagal.
Setelah menyelesaikan studinya, ia berjuang kembali untuk merealisasikan idaman hidupnya. Ia beruntung, ada seorang ibu tua yang memberikan warisan kepadanya, tapi dalam bentuk pinjaman. Si ibu ini menyerahkan uang tersebut untuk Vinsensius, dengan syarat Vinsensius sendiri mengambil uang tersebut dari peminjam. Dengan senang hati Vinsensius pergi mengambil uang tersebut. Tapi sial, dia ditangkap oleh pirates ketika ia pulang. Peristiwa ini berakhir dengan sebuah tragedy; dia dijual menjadi budak. Vinsensius gagal lagi.
Vinsensius pergi ke Roma. Dia terpesona dan terharu bahwa ia boleh menginjakkan kakinya di kota suci itu dimana rasul Yesus (St. Petrus) dimakamkan dan para penggantinya. Vinsensius senang pulang ke Paris a.l. karena cardinal d’Ossat (dari Roma) menjanjikan sebuah posisi yang baik untuknya di Paris. Apakah kali ini Vinsensius berhasil? Tidak. Posisi menguntungkan yang dijanjikan tak kunjung tiba. Upayanya untuk mendapatkan karir yang baik, berakhir dengan tangan kosong. Gagal lagi...itulah realitas yang dihadapkan padanya.
Masih ada pengalaman yang melumpuhkannya yakni tuduhan teman sekostnya. Vinsensius dituduh mencuri uangnya dan tuduhan itu disebarkan pada orang lain. Pasti Vinsensius malu, orang-orang disekitarnya melihatnya sebagai pencuri walaupun bukan dia yang mencurinya.
Kita bertanya, kemana arah perjalanan selanjutnya dari Imam muda ini, pribadi yang melihat dan memahami imamatnya sendiri sebagai sarana meraih sukses dalam karir, mata pencaharian? J.M. Román CM, orang yang telah membuat study mendalam tentang hidup Vinsensius, melaporkan, cara pandang Vinsensius terhadap imamatnya lajim pada zaman itu. Vinsensius anak zamannya bukan? A.l. keadaan seperti inilah yang mengakibatkan kebobrokan Gereja zaman itu. Kita ikuti bagaimana perkembangan tokoh kita ini.
Saya sebut secara singkat saja. Vinsensius pernah mengalami godaan iman yang berat. Seperti Román katakan, tidak dapat diragukan godaan ini merupakan suatu percobaan yang mengerikan. Goncangan iman yang hebat mendera dirinya. Tapi godaan ini memurnikan hatinya, memberi kepadanya suatu pandangan yang baru mengenai segalanya dan goodaan berakhir, seperti dikatakan Abelly, ketika dia berjanji akan membaktikan seluruh hidupnya dalam pelayanan terhadap orang miskin demi cinta kepada Yesus. Akankah pengalaman pahit ini menjadi titik balik menuju perjalanan hidup yang lebih membagiakan batinnya? Jawabannya, ya! Perlahan-lahan dia meinggalkan persepsinya tentang imamat sebagai karir, sarana mengubah satus sosial ekonomi, setelah ia telah mendapatkan visi baru tentang imamat, suatu visi rohani dan religius.
Vinsensius masih tinggal di Paris. Thn. 1610 dia mencari pembimbing rohani. Dia bertemu dengan Pierre de Bérulle (1575-1629), orang yang masuk dalam gerakan pembaharuan Gereja Perancis. De Bérulle berasal dari keluarga bangsawan, saleh, terpelajar, dan memiliki gagasan yang cemerlang dan mendalam. Dialah yang berhasil membangkitkan Vinsensius dari keadaannya yang serba lesu; dialah yang membantu Vinsensius untuk mengatasi beberapa krisisnya hidupnya yang menentukan: Tuduhan sebagai pencuri dan godaan tentang iman. De Bérulle jugalah yang memperoleh bagi Vinsensius tugas pastoralnya yang pertama sebagai Pastor Paroki Clichy. Dia senang bekerja di paroki ini; kemudian Vinsensius masuk keluarga de Gondi berkat campur tangan de Bérulle. Pendeknya, Vincentius menempuh langkah-langkah pertama menuju pertobatan dan penemuan panggilannya dalam bimbingan de Bérulle.
Tahun 1617, ketika dia berusia 36 tahun, terjadilah dua pengalaman rohani yang menentukan seluruh hidup Santo kita ini yaitu pengalaman Folleville dan pengalaman di Châtillon. Semua ini diluar rencananya.
Penglaman Folleville
Apa yang terjadi di Gannes/Folleville? Dia dipanggil untuk menerima pengakuan dosa seorang yang sakit parah. Orang itu terpandang sebagai salah seorang yang baik, paling tidak sebagai salah seorang umat yang terbaik di desa itu. Tetapi ternyata dia penuh dosa berat, yang tak pernah diakukannya karena dia malu. Itulah yang dikatakannya kepada Ny. de Gondi: “Ibu, apabila saya tadi tidak melakukan pengakuan dosa seluruh hidupku, maka saya akan binasa selamanya karena sebelumnya saya tidak berani menyatakan dosa-dosa itu dalam pengakuan dosa”. Kemudian orang itu meninggal dan Ny. De Gondi mengusulkan supaya hari berikutnya Vinsensius memberi khotbah mengenai thema yang sama, karena dari penglaman baru itu, Ny. de Gondi menyadari betapa perlunya pengakuan dosa seluruh hidup.
Pada hari berikutnya Vinsensius berkhotbah dan ternyata demikian diberkati Tuhan sehingga semua penduduk daerah itu datang untuk melakukan pengakuan dosa seluruh hidup. Berkat keberhasilan ini, hal yang sama dilakukan selama beberapa di paroki-paroki lain yang terletak di daerah kekuasaan keluarga de Gondi. Lebih jauh Ny. de Gondi akhirnya memutuskan untuk menyediakan jaminan hidup bagi beberapa imam, agar mereka dapat melanjutkan karya misi itu.
Inilah yang terjadi di Gannes, yaitu pengakuan dosa petani itu, dan selanjutnya di Folleville, tempat khotbah misi. Peristiwa ini amat menggugah hati Vinsensius, Sedemikian dalam baginya hingga ia mengatakan khotbah di Folleville itulah khotbah missi yang pertama. Dan bagi Vinsensius Kongregasi Misi lahir di tempat ini, meskipun saat itu tidak didirikan apa-apa. Hal ini dapat berarti pada saat itulah dia menyadari panggilannya, atau mengerti apa yang perlu dia kerjakan di dalam Gereja. Kongregasi didirikan secara resmi baru delapan tahun kemudian, 17 April 1625. André Duvallah (1564-1638) (pembimbing rohani Vinsensius yang ke dua, menggantikan de Bérulle) yang berjasa untuk Vinsensius a.l. meyakinkannya mendirikan Kongregasi misi.
Pengalaman di Châtillon
Vinsensius mengatakan “Pernah Penyelenggaraan Ilahi memanggil saya menjadi Pastor Paroki di satu kota kecil dekat Lyons. Pada suatu hari Minggu, sementara mengenakan pakaian Misa, seseorang memberitahukan bahwa di suatu rumah terpencil, kira-kira satu kilometer dari Gereja Paroki, semua anggota keluarga sakit. Tidak seorang pun dapat merawat yang sakit dan kemiskinan mereka sangat menyedihkan. Saya benar-benar terharu. Dalam khotbah, penuh rasa iba, saya mendesak umat agar rela menolong mereka. Ternyata Allah menyentuh hati umat, sehingga semua dipenuhi rasa belaskasihan terhadap keluarga yang malang itu.
Pada sore harinya, di rumah seorang ibu yang baik dari kota itu, diadakan pertemuan untuk melihat apa yang dapat dilakukan untuk menolong mereka. Semua hadirin sanggup pergi untuk menghibur dan meolong. Bersama seorang Bapak saya juga pergi ke keluarga itu. Dalam perjalanan kami menjumpai beberapa ibu yang sedang menuju tempat yang sama. Setelah beberapa saat, sejumlah ibu malah sedang kembali dari rumah itu.
Setelah pengakuan dosa dan komuni, dibicarakan bagaimana cara terbaik untuk mencukupi kebutuhan mereka. Saya anjurkan agar menentukan iuran untuk masing-masing, supaya secara bergilir mereka dapat menyediakan makan bukan hanya untuk keluarga yang malang itu, tapi juga untuk orang-orang sakit lainnya. Dan itu tempat Persaudaraan Kasih pertama kali didirikan”.
Sama seperti peristiwa Gannes/Folleville, peristiwa Châtillon itu ditafsikan oleh Vinsensius sebagai hari berdirinya Serikat Putri Kasih. Dalam batin Vinsensius yang terdalam, peristiwa Châtillon bagi Putri Kasih mempunyai arti yang sama seperti peristiwa Gannes/Folleville bagi para Romo CM.
Kedua peristiwa itu terjadi pada tahun yang sama, 1617, tahun yang menentukan bagi Vinsensius pribadi maupun bagi kedua komunitas yang didirikannya. Inilah saat dimana Vinsensius menyediakan diri untuk menerima dan mengikuti rencana Allah dan pelahan-lahan meninggalkan keterpusatan pada rencananya pribadi untuk karir. Tujuan hidupnya makin jelas karena ia memperoleh visi baru tentang imamat, suatu visi rohani dan religius.
Tahun 1618 Vinsensius bertemu dengan Francis de Sales, seorang uskup yang berasal dari keluarga bangsawan, setelah Vinsensius menemukan panggilannya dan mulai mendaki jalan menuju kesucian. Tokoh inipun amat berpengaruh bagi Vinsensius. Dalam diri tokoh ini Vincent menemukan model yang amat inspiratif paling tidak dalam 2 hal. Pertama sifat sekular serikat yang ia dirikan, kedua keutamaan Vinsensius sendiri.
Dalam aturan umum yang ditulis oleh Vinsensius sendiri untuk CM dan PK tampak bahwa Vinsensius amat tegas mempertahakankan sifat sekular kedua serikat ini. Dalam aturan PK misalnya Vinsensius menulis “biara PK adalah rumah orang sakit”. Pandangan ini berarakar pada keyakinan de Sales yakni semua orang beriman dapat dan harus mengejar kesempurnaan rohani dalam status apapun. Itu artinya kesempatan ini ditawarkan kepada semua orang. Bukan hanya kepada kaum bangsawan seperti de Sales, atau kelompok elit lainnya. Mungkin Vinsensius demikian yakin tentang sekularitas serikat-serikat yang didirikannya itu, karena de Sales telah menyebarkan gagasan itu dalam Gereja Perancis zamannya. Atau paling tidak, Vinsensius tidak akan berhasil mendirikan kedua kongregsi ini kalau ide belum menjadi milik Gereja Perancis pada waktu itu.
Vinsensius menyerap keutamaan dari cara hidup de Sales. Ini penting karena Vinsensius mengalami perubahan yang mendalam. Vinsensius adalah orang yang tertutup dan seorang yang kasar dalam penampilan lahiriah. Ini semua mengalami perubahan mendalam. Vinsensius menyadari pentingnya kelembutan, sikap sopan dan hangat. Semuanya ini dihayati de Sales secara mengagumkan.
Bagaimana perkembangan tokoh kita ini selanjutnya? Telah saya katakan tadi bahwa Vinsensius beruntung karene dia mendapat visi baru tentang imamat, suatu visi rohani dan religius. Visi baru inilah yang mengubah hidupnya. Dia berkembang terus karena ia mencari dan mencari lagi cara meneladani Yesus, hingga ia menemukannya.
Kristologi Vinsensius
Vinsensius mempunyai gambaran yang khas tentang Yesus Kristus. Selain memahami dan menerima Yesus sebagai anak Allah yang datang untuk menyelamatkan manusia dia mempunyai gambaran khas yang amat diwarnai oleh pengalaman-pengalamannya sendiri terutama pengalaman di Folleville dan Châtillon. Kedua pengalaman ini membuka mata Vinsensius akan kebutuhan jasmani dan rohani yang diderita oleh orang miskin. Dua peristiwa ini turut mempengaruhi cara Vinsensius membaca Injil. Injil menampilkan figur Yesus yang mengatakan bahwa dia datang untuk membawa khabar gembira kepada orang miskin (cf. Luk 4:18) dan menandaskan apa saja yang diperbuat untuk salah seorang yang hina itu dilakukan untuk Yesus dan apa yang tidak dilakukan tidak dilakukan padanya, demikian kata Yesus (cf. Mat 25: 45).
Intuisi dasar tentang panggilannya telah ia peroleh dari pengalaman di Folleville dan Châtillon yakni proaktif, memberikan tanggapan pada kebutuhan jasmani dan rohani yang diderita oleh orang miskin. Dalam terang sikap Yesus terhadap orang miskin lahirlah karya-karya pelayannya yakni evanggelisasi dan pelayanan terhadap orang miskin. Vinsensius melakukan apa yang dilakukan oleh Yesus; bekerja untuk sesama, mengajar hal-hal yang perlu diketahui untuk keselamatan dan merawat/mengunjungi orang yang sakit. Bagaimana Vinsensius menolong orang miskin? Seperti yang dilakukan oleh Yesus, secara rohani dan jasmani, pergi kemana-mana, memberi yang ia miliki dan mengajarkan cara mencari keselamatan. Selangkah lebih jauh lagi, Vinsensius juga memahami melayani yang miskin adalah melayani Kristus sendiri.
Disini kita melihat atau menemui Vinsensius yang meniru atau meneladani cara Yesus melayani orang miskin seturut pemahamannya sendiri; tentu tanpa mengabaikan peran penting dari para pembimbing rohaninya atau buku-buku yang ia baca. Vinsensius selalu mengolah informasi yang ia terima dengan caranya sendiri yang khas. Misalnya, ajaran Kristosentrisme de Bérulle berpengaruh besar terhadap Vinsensius. Tapi isi dari kristosentris mereka berbeda. De Bérulle lebih pada mistik, sementara Vincensius pada Yesus pembawa khabar gembira kepada semua orang, khususnya orang miskin.
Siapa Penyelenggaraan Ilahi?
Siapa Penyelenggara Ilahi (PI) ini dalam hidup Vinsensius? PI adalah nama Allah yang membawa gerakan keberadaan manusia kepada suatu arti. Gerakan keberadaan manusia ini ditandai oleh pengalaman kehilangan/memperoleh, kacau/tertata, tidak teratur/teratur mengijinkan perubahan gerakan keberadaan manusia pada kwalitas yang lebih baik.
Apa yang dilakukanNya? PI dalam seluruh gerakan membukakan arti baru kepada seseorang. Lalu apa yang terjadi dalam diri orang bersangkutan? Orang tersebut melihat dan memperoleh arti itu. Pengalaman memperoleh arti amat significant. Sebab dalam dan melalui pengalaman itulah Allah mengijinkan manusia mengalami kebaikanNya, perlindunganNya, kasihNya dalam pengalaman pahit yang terjadi dalam hidup seseorang.
Suatu arti itu diperoleh dari PI. Dialah yang membawa dan membuka arti itu. Hal itu terjadi dalam gerakan keberadaan manusia. Hal inilah yang terjadi dalam hidup Vinsensius. Gerakan keberadaanya ditandai oleh kehilangan cita-cita akan sebuah karir/memperoleh visi baru tentang hidupnya; kacau dalam pengalaman pahit/tertata kembali setelah bertemu dengan panggilan hidupnya.
Bagaimana hal itu terjadi?
PI, dengan caranya sendiri membawa gerakan keberadaan Vinsensius pada suatu arti yakni hidup sebagaimana Yesus memahami hidupnya sendiri. Hal itu diperolehnya dari dialetic pengalamannya sendiri; dalam gerakan keberadaannya yang ada dalam tegangan antara kehilangan/memperoleh, kacau/ditata kembali, tidak teratur/teratur; pengalaman ini mengijinkan perubahan hidup yang lebih berkualitas. Dalam perjalanan waktu yang disertai rahmat, dalam keheningan batin yang disertai dengan refleksi, kesediaan mendengar suara yang Ilahi dia memperoleh arti, perspectif baru dalam hidupnya. Vinsensius akhirnya membuka dirinya. Sikap ini mengantarnya pada sebuah relasi dengan yang Ilahi. Yang Ilahi berbicara, Vinsensius mendengar. Yang Ilahi memberi susuatu, Vinsensius menerimanya dst.
Dia mengatakan secara explisit dalam pengalamannya di Châtillon PI lah yang memanggilnya. Dari pengalaman di tempat ini, Vinsensius memperoleh intuisi tentang panggilannya. Dalam konteks yang demikian, kebetulankah dia menyebut nama ini? Atau dengan sadarkah hal itu dia lakukan? Menurut saya ia memakai nama itu dengan sadar, sebab ia tahu apa yang telah terjadi pada dirinya. Kehadiran para pembimbing rohaninya pun memperlihatkan perkembangan yang mengagumkan. Ada sebuah design. Kita telah melihat de Bérulle meletakkan dasar hidup rohaninya, Duval meyakinkannya untuk mendirikan CM, dan de Sales menjadi model internal (keutamaan) external (bentuk serikat yang ia dirikan). Jari siapa yang sedang membentuk dan mengatur semua ini? Vinsent sendiri mengakui bukan dirinya. Pencipta dan pengatur semuanya itu ialah Allah, PI.
Proses ini a.l. ditandai juga oleh pengalaman dikalahkan oleh Yang Lain (Allah) agar seseorang masuk pada suasana ditinggalkan, menyerah pada cinta, dan ditebus. Semuanya terjadi dalam hidup Vinsensius.
Begitulah relasi antara PI dan Vinsensius berlangsung. PI memberi, membukakan arti hidup Vinsensius kepada Vinsensius sendiri. Dalam seluruh proses itu, ia perlahan-lahan melihat dan menerima arti hidupnya: mengabdikan seluruh hidupnya untuk melanjutkan perutusan Yesus membawa khabar gembira kepada orang miskin.
Allah berkarya, seperti yang Ia perlihatkan dalam hidup Vinsensius, Ia bekerja melalui peristiwa, orang-orang tertentu, hingga manusia ciptaanNya melihat arti hidupnya. Setiap orang, termasuk kita, berada dalam gerakan hidup kita masing-masing. Disitu Dia hadir, menunggu, membimbing, membukakan arti hidup dst. Seluruh gerakan hidup kita menjadi bermakna dan membahagiakan bila kita mau terbuka, mau melihat, mau menerima dan bersedia merangkul bisikan yang Ilahi itu.
Pertanyaan reflektif
1. Adakah tonggak-tonggak peristiwa/pengalaman yang membangun diriku menjadikan aku seperti sekarang ini?
2. Adakah hal-hal yang pahit, namun kini kusadari sebagai hal yang sangat berguna bagi hidupku?
Merayakan Santo Vinsensius dan Santa Luisa bersama orang miskin.
Eugene Smith
SSV-Amerika Serikat
Dapatkah anda bayangkan suatu perayaan Ulang Tahun Santo Vinsensius dan Santa Luisa tanpa orang miskin? Mereka adalah Santo Cinta Kasih. Dia dikenal sebagai “Bapa Kaum Miskin” dan “Rasul Cinta Kasih”. Sedangkan santa Luisa adalah pelindung karya kasih. Hidup mereka sepenuhnya hanya untuk melayani orang miskin. Karena itu orang miskin harus ikut termasuk dalam perayaan.
Namun, kebanyakan mereka yang dilayani Keluarga Vinsensian tidak mengenal Santo Vinsensius dan Santa Luisa. Mengapa? Karena kebanyakan kita anggota Keluaraga Vinsensian jarang mengambil waktu untuk mengatakan tentang orang kudus ini pada mereka yang kita kunjungi di rumah mereka atau di rumah sakit atau dimanapun kita melayani mereka. Kita menghayati charisma orang kudus ini sementara kita melayani, namun kita tidak mengatakan kepada mereka mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan. Tahun ini, khususnya tahun perayaan ini, kita perlu mengatakan kepada mereka kisah orang kudus ini.Kenyataannya tahun ini adalah saat yang paling tepat untuk menyatakan kepada mereka yang kita layani bahwa kita melakukan apa yang kita lakukan karena santo Vinsensius dan santa Luisa. Mereka adalah pahlawan kita, teladan hidup kita. Kita perlu mengatakan kepada mereka agar mereka juga dirahmati dengan Spiritualitas Vinsensian dan karisma Vinsensian.
Di antara banyak orang besar dalam sejarah, mungkin bagi setiap orang di antara kita hanya sedikit atau satu dua saja yang sungguh menyentuh hati kita dan memberi kita inspirasi. Merekalah pembimbing rohani kita. Kita Vinsensian telah menemukan pembimbing kita adalah Vinsensius dan Luisa. Bukankah mereka juga pembimbing yang paling tepat bagi orang miskin? Spiritualitas mereka masih sangat relevan dewasa ini sebagaimana di masa hidup mereka paa abad ke 17. Mereka lah yang berbicara dalam bahasa hati kita dan memberi kita arah. Kita mesti menceritakan kisah mereka dan berbagi kebijaksanaan mereka dengan semua orang yang kita layani.
Santo Vinsensius berkata “Adalah panggilan kita … untuk mengobarkan hati orang, untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Putra Allah, yang datang untuk menyalakan api di bumi agar berkobar dengan kasihNya. Tidak cukup bagi saya untuk mengasihi Allah jika sesamaku tidak mengasihi Dia. Saya harus mengasihi sesamaku sebagai citra Allah dan sasaran kasihNya … Saya harus bertindak sedemikian sehingga orang mengasihi Pencipta mereka dan saling mengasihi demi kasih Allah yang begitu mengasihi mereka sehingga Dia menyerahkan Putranya sendiri sampai wafat bagi mereka.” Adakah cara yang lebih baik untuk membimbing hati kepada Allah daripada mengunakan teladan santo Vinsensiua dan santa Luisa? Mereka menghayati secara sempurna panggilan untuk membimbing hati manusia kepada Allah. Maka, sekali lagi inilah saat yang paling tepat untuk menceritakan kisah mereka. Ini adalah saat yang tepat untuk membuat hal ini sebagai prioritas dalam Keluarga Vinsensian.
Santa Luisa berkata “Kita dituntut lebih daripada pergi, datang, dan memberi. Intensi kita harus murni dan sama sekali bebas dari pamrih” Kebanyakan dari kita anggota Keluarga Vinsensian datang dan pergi dengan terburu-buru ketika melayani. Masih banyak yang harus kita lakukan dan masih banyak yang harus kita kunjungi. Kita tergesa-gesa selama melayani dan bukannya memusatkan diri pada setiap pribadi sepenuhnya. Betapa indahnya jika kita mengambil waktu untuk benar-benar mengunjungi dengan hati terbuka dan pikiran bebas dari gangguan atau desakan untuk segera pergi ke orang lain atau mengerjakan yang lain. Inilah saat kita melihat wajah Kristus. Karena itu, daripada datang dan pergi dan hanya memperhatikan kepentingan diri, kita harus mengunjungi orang mskin dan berbagi, terutama kisah-kisah pendiri dan pelindung kita dan bagaimana mereka mendorong kita untuk melakukan apa yang kita lakukan.
Mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan Why We Do What We Do
Orang miskin tentunya heran apa yang membuat kita bersemangat melayani mereka. Seorang suster PK di sebuah klinik di India yang mengganti balutan kotor dan membersihkan luka-luka infeksi dari seorang perempuan lepra ditanya oleh perempuan yang sangat berterimakasih itu: “Suster mengapa engkau melakukan hal ini?” Ssuter itu menjawab: “Pendiri kita yang mengajar kita.” Dia kemudian menjelaskan bahwa santo Vinsensius dan santa Luisa mengajar Putri Kasih bahwa Yesus Kristus ada di dalam diri mereka yang miskin. “Mereka adalah tuan dan guru kita”. Perempuan itu terkagum-kagum dan merasa demiakn dihargai.
Kebanyakan anggota Keluarga Vinsensian “datang dan pergi”. Kita mendengarkan. Kita bertindak. Kita melayani. Kita berbicara tentang Allah. Kita berdoa bersama mereka yang kita kunjungi. Kita melakukan banyak. Namun, kebanyakan kita tidak mengatakan kepada orang-orang itu mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan. Kita tidak mengatakan kepada mereka tentang karisma pendiri kita. Dan kita tidak mengatakan kepada mereka bahwa itulah yang menginspirasi kita untuk melayani orang lain.
Sebagaimana diajarkan oleh Pembina Vinsensian kita, kita harus “Pertama melakukan dan Kemudian Mengajar”. Mereka mengatakan kepada kita bahwa santo Vinsensius mengajarkan untuk melakukan hal ini dalam semua pelayanan kita kepada orang miskin. Demikianlah, setelah kita melaksanakan pelayanan sesuai panggilan kita, kita mempunyai kesempatan yang baik untuk berbagi pengetahuan tentang santo Vinsensiua dan santa Luisa teladan hidup kita. Perempuan yang telah dilayani suster itu dan bertanya mengapa dia melakukan pelayanan itu akan dapat dengan mudah memahami apa yang dikatakan suster itu karena dia telah menyaksikan sendiri pelayanan nayata suster itu lebih dahulu. Setiap kunjungan rumah yang dilakukan oleh anggota Keluarga Vinsensian perlu mendahulukan pelayanan. Itulah yang kita lakukan. Kita mendengarkan kebutuhan-kebutuhan mereka. Kita membawa makanan. Kita membantu sewa rumahmereka. Kita mengusahakan pakaian layak bagi mereka. Kita mengusahakan pengobatan bagi yang sakit. Akhir-akhir ini kita mengusahakan tanggapan yang membawa perubahan sistemik agar bersama mereka mengangkat nasib mereka sendiri untuk keluar dari kemiskinan. Dalam segala hal yang disampaikan orang miskin kepada kita, kita berusaha menanggapi. Kini, marilah kita melakukan usaha bersama untuk memberi juga anugerah berharga charisma vinsensian.
Marilah kita membina diri Let Us Be Formed
Banyak dari antara kita anggota awam Keluarga Vinsensian bergabung dalam salah satu cabang Keluarga ini untuk menolong orang miskin namun kita tidak benar-benar memahami mengapa kita melakukan apa yang telah mereka lakukan. Kita hanya ingin menolong orang miskin. Kita tidak menyadari sedang melayani “Tuhan dan Guru kita”. Kita tidak melihat wajah Yesus Kristus ketika kita duduk bersama seorang ibu yang sedang berjuang dengan 3 anak. Kita tidak mengenal makna “meninggalkan Allah untuk Allah” . Kini syukur atas usaha-usaha pembinaan dalam Keluarga Vinsensian akhir-akhir ini, kebanyakan kita tahu dasar-dasar Spiritualitas Vinsensian. Namun jika kita ingin membuka pintu Karisma Vinsensian lebar-lebar dan mengundang orang miskin untuk ikut serta dalam perayaan Keluarga Vinsensian, kita harus bersiap untuk mengajar.
Karena itu tahun ini adalah juga saat yang paling tepat bagi setiap kita untuk mempelajari dan merefleksikan hidup dan kata-kata santo Vinsensius dan santa Luisa demi pertumbuhan rohani kita dan agar kita juga mampu untuk berbagi kebijaksanaan ini dengan orang lain, terutama orang-orang yang kita layani. Untuk melaksanakan hal ini kita perlu untuk meyakini dan memahami Karisma Vinsensian sedemikian kuat sehingga kita tidak tahan untuk tidak menceritakannya kepada mereka yang kita layani dan memberi kesaksian tentang itu. Orang miskin perlu melihat santo Vinsensius dan santa Luisa dalam setiap kita. Frederic Ozanam meyakini bahwa “Santo Pelindung hendaknya jangan hanya menjadi papan tanda bagi suatu serikat, seperti Saint Denis atau Sinterklas terpancang di depan sebuah rumah makan. Seorang santo pelindung harus dipandang seperti suatu model yang kita mau teladani, sebagaimana dia meneladan model ilahi yakni Yesus Kristus.”
Tahun yang paling tepat.
Tahun perayaan ini adalah saat yang tepat untuk berbagi warta tentang Karisma ini dengan “tuan dan guru kita” dan mengundang mereka untuk merayakan bersama semua vinsensian. Santo Vinsensius berkata “kita belum berbuat cukup bagi Allah dan sesama jika kita memberi orang miskin yang sakit hanya makanan dan obat dan jika kita tidak membantu mereka … dengan pelayanan rohani yang diharapkan mereka dari kita.” Salah satu dari pelayanan paling istimewa yang dapat kita berikan pada mereka adalah mengajar orang untuk menjadi seperti Yesus dari santo Vinsensius dan santa Luisa. Inilah mengikuti Kristus Pewarta Injil dan Pelayan Orang Miskin. Bagaiamana kita dapat melakukan ini? Perhatikan beberapa saran berikut:
• Berbagilah karisma ini dengan orang miskin. Sementara mengunjungi setiap orang atau keluarga, ambillah waktu beberapa menit untuk menceritakan kisah santo Vinsensius dan santa Luisa dan Keluarga Vinsensian. Ceritakanlah tentang hidup, keyakinan dan tindakan dari santo santa ini.
• Siapkanlah bahan untuk dibagikan. Dalam Keluarga Vinsensian di wilayah anda buatlah bahan-bahan cetakan sederhana untuk dibagikan kepada mereka yang anad layani. Misalnya gambar kudus, pamphlet atau brosur dengan kisah kedua orang kudus ini.
• Rayakanlah secara lokal dan Undanglah orang miskin. Rencanakanlah suatu pertemuan untuk merayakan santa Luisa dan atau pertemuan lain untuk merayakan Pesta santo Vinsensius. Undanglah cabanag lain dari Keluaraga Vinsensian dan mereka yang dilayani. Sediakan makanan sederhana dan ceritakanlah kisah kisah santo santa ini dengan sarana audio visual.
• Undanglah orang miskin untuk menjadi anggota Keluarga Vinsensian. Tanyalah mereka yang anda layani bila mungkin juga teman yang lain, jika mereka tertarik untuk menjadi anggota perkumpulan anda. Undanglah mereka dalam sebauh pertemuan untuk disermen memahami kehendak Allah.
• Mulailah suatu Proyek Vinsensian. Adakah suatu kebutuhan di lingkungan anda yang perlu diperhatikan? Kumpulkanlah orang dari lingkungan itu untuk membicarakan keprihantinan itu. Libatkan orang miskin, perempuan dan lelaki, kaum muda dari berbagai tingkatan: identifikasi, rencanakan, terapkan dan evaluasilah. Perhitungkan kemungkinan suatu Proyek Perubahan Sistemik. Bacalah Buku “Seeds of Hope – Kisah kisah Perubahan Sistemik”
Kembangkanlah Keluarga Vinsensian
Adakah cara yang lebih baik untuk merayakan Peringatan 350 th wafatnya santo Vinsensius dan santa Luisa daripada membuka pintu Keluarga Vinsensian lebar-lebar bagi semua orang, terutama orang miskin? Para kudus itu tak akan mempunyai cara lain daripada mengikut sertakan “Tuhan dan Guru kita”. Jika kita melaksanakan ini, maka perayaan ini akan menjadi perayaan tanpa tandingan.
Ini adalah saat yang paling baik untuk menggapai keluar sampai ke semua cabang dan orang miskin. Pada sebuah Pertemuan Keluarga Vinsensian di Kamerun, Afrika Juli 2009, sebuah kisah Afrika diceritakan untuk menyampaikan keinginan Allah bahwa semua orang menjadi satu dalam solidaritasa satu dengan yang lain. Kisahnya sebagai berikut:
• Ada sebuah awan yang besar dan indah. Dalam awan itu ada banyak titik-titik hujan. Masing-masing memiliki sebuah nama: Ada yang namanya Martabat, Harapan dan Persahababatan, dan ada juga Kelembutan, Kesederhanaan dan Kerendahan hati. Masih ada banyak lagi yang lain dengan nama-nama yang indah. Dan, ada yang namanya Pengucilan. Pengucilan adalah individu yang menyedihkan. Dia sombong, egois, tak sabaran dan tinggi hati. Allah berkata kepada semua titik hujan “Kita harus menunggu saat yang tepat untuk turunnya hujan. Saya akan mengatakan kepada kalian.” Namun, Pengucilan berkata “Saya tak kan menunggu. Saya ingin perhatian. Saya ingin pengakuan. Saya ingin melakukan sesuatu yang akan diperhatikan.” Begitulah, dia dia meninggalkan awan dan jatuh ke bumi. Plop! Tak sesuatupun terjadi. Akhirnya, Allah mengatakan kepada titik-titik hujan yang lain “Saatnya tiba! Saatnya hujan turun ke bumi” Begitulah, semua titik-titik hujan meloncat dari awan dan menyiram bumi. Ada suara yang keras, seperti sebuah ledakan. Dan diikuti dengan teriakan kegembiraan dan kebahagiaan. Semua diliputi dengan kasih. Manusia hidup bahagia setelahnya dalam solidaritas satu sama lain dan memuliakan Allah.
Semoga Keluarga Vinsensian berkembang dalam jumlah dan kasih di tahun Peringatan ini. Semoga tiada lagi “pengucilan”. Allah memberkati usaha-usaha kita bersama dan bagi orang miskin.
Pertanyaan Refleksi: Bagaimana kita dapat berbagi kisah santo Vinsensius dan santa Luisa bersama orang miskin yang kita layani?
(diindonesiakan Sad Budi CM)
MENUAI HARAPAN BARU
Br. Oktavianus Surya Hadikusuma, FC
Kasih Tuhan semakin terasa, ketika saya mengikuti persiapan kaul kekal di Prigen pada tanggal 1–31 Mei 2010 yang lalu. Persiapan ini telah mengukir kenangan indah dalam rerung hati saya. Melalui kenangan ini saya berharap menemukan terang dalam kegelapan. Singkatnya, bagi saya ini merupakan kesempatan emas untuk memurnikan motivasi saya sebagai pelayan-Nya, selain itu ini juga merupakan kenangan yang tak terlupakan dalam hidup saya. Alasan yang mendasarinya tak lain bahwa saya merasa bahwa Allah telah memperbaharui hidup dan memotivasi saya guna lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan demikian saya akan mampu mengabdikan diri pada-Nya dengan sepenuh hati melalui pelayanan terhadap sesama yang miskin dan lemah.
Bantuan para pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga serta pikiran terlebih hati mereka bagi kami (formandi) adalah perpanjangan tangan Allah yang telah membantu proses pengolahan serta pemantapan dalam memaknai hidup panggilan-Nya. Selain itu, dalam kesempatan itu saya juga dapat merasakan adanya persaudaraan di antara sesama penerus St. Vinsensius. Tentu ini merupakan kebaikan Allah yang telah menganugrahkan penyelenggaraan Rahmat-Nya bagi semua peserta pada umumnya dan saya pada khususnya.
Kiranya menjadi pelayan-Nya bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah, terlebih dengan melayani saudara-saudari yang miskin dan lemah dengan memberi tempat di hati saya. Namun, itu semua merupakan amanat perutusan yang saya terima dari-Nya dalam rangka ambil bagian membangun kerajaan Allah di dunia semakin nyata. Satu hal yang terpenting dan tidak boleh terlupakan yaitu pelayanan pada mereka dengan cara mengangkat harkat martabat mereka tanpa mempunyai maksud untuk mengangkat diri sendiri. Hal ini yang berakibat pada memudarnya nilai-nilai cinta kasih dan tidak mempunyai arti sama sekali di dalam pelayanan kasih.
Kelemahan dan kerapuhan diri akan berakibat pada rendahnya kualitas pelayanan, patut disayangkan jika motivasi yang ada hanya berhenti sampai di sini. Maka pertobatan di sini yang menjadi kata kunci untuk mengadakan pembaharuan. Pertobatan tersebut akan membuahkan kebaikan sejati yang dapat dirasakan oleh saudara-saudari yang saya layani. Kami belajar dari St. Vinsensius yang juga mengalami pertobatan sebelum beliau mampu memberikan pelayanan cinta kasih dengan hati total.
Kami melihat kembali kehidupan St. Vinsensius ketika melayani orang-orang miskin yang terlupakan karena kekejaman perang dan sifat-sifat untuk mementingkan diri sendiri pada waktu itu. Dalam keadaan apapun St. Vinsensius siap sedia untuk memberikan tanganya kepada yang lemah tanpa memandang siapa mereka. Ingatan saya masih segar saat mengikuti sesi spiritualitas tangan yang telah diberikan pembimbing. Masing-masing pribadi bercita-cita menjadi kudus seperti St. Vinsensius sendiri. Ketika saya renungkan bukan hanya kekudusan itu yang terpenting tetapi bagaimana saya merealisasikan dalam hidup saya. Melalui pengalaman pelayanan itu akhirnya saya temukan buah-buahnya dalam kontemplasi saya. Buah yang membawa suatu perubahan dan harapan bagi hidup sesama yang saya layani karena mereka adalah tuan kita. Dengan kata lain bahwa melalui pelayanan cinta, seperti yang telah diamanatkan oleh Yesus pada para rasul itu Allah hadir dalam diri mereka yang kita layani.
Sebagai dasarnya saya melihat pembaharuan hidup panggilan sebagai pelayan-Nya merupakan Rahmat Allah. Saya sadar bahwa itu merupakan sebuah proses yang terikat oleh ruang dan waktu. Namun, yang menjadi terpenting yaitu sejauh mana usaha saya untuk bertekun menjadi pelayanan-Nya seperti yang diajarkan oleh St. Vinsensius mengenai kerendahan hati. Saya bersyukur akan cinta-Nya, walaupun saya lemah, namun Allah senantiasa memberikan cinta-Nya bagi saya. Harapan saya bahwa dengan cinta-Nya itu saya semakin teguh dalam menekuni panggilan-Nya yakni untuk senantiasa setia dan rendah hati dalam melayani saudara-saudari yang lemah dan miskin guna mengangkat harkat dan martabat mereka.
Melalui tulisan ini saya hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kebaikan para pembimbing. Segala yang diberikan para pembimbing memberi arti khusus dalam hidup saya. Menyadarkan saya akan kasih Allah yang selalu dekat dengan saya. Akhirnya, terima kasih Allah akan kebaikan-Mu yang telah memanggil saya sebagai pelayan-Mu.
JATI DIRIKU : DIKASIHI OLEH ALLAH
Sr. Caroline KYM
1. Pengantar
Setiap kesempatan adalah anugerah dari Tuhan yang patut saya syukuri. Demikian juga kesempatan yang dipercayakan oleh pimpinan kongregasiku untuk mengikuti kursus kaul Keluarga Vinsensian. Kursus ini diselenggarakan pada tanggal 1 – 31 Mei 2010 di Griya Samadi Vinsensius- Prigen. Peserta kursus terdiri dari 6 (enam ) tarekat yang berjumlah 31 orang. Bagi saya secara pribadi, tentu saja kursus ini menjadi lebih istimewa. Keistimewaan kursus ini adalah latar belakang peserta yang sama yakni pencinta dan pengikut Yesus melalui penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius Depaul. Oleh karena itu, bagi saya merupakan rahmat istimewa dapat mengikuti kursus. Saya juga semakin mendapat gambaran yang lengkap tentang riwayat hidup dan perjuangan St.Vinsensius dan dapat mengalami persaudaraaan bersama saudara-saudari sepanggilan, khususnya satu pengahayatan dalam spiritualitas vinsensian.
Melalui kursus ini, saya semakin mengenal jati diriku dalam panggilan sebagai seorang suster. Di dalam perjalanan panggilanku saya seringkali bertemu dengan orang miskin dan merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu. Namun kadang kala, apa yang telah saya lakukan masih belum optimal. Saya teringat kata-kata St.Vinsensius berikut ini :“Hanya dia yang mengalami belas-kasih Allah sepenuhnya, dapat berbelas – kasih kepada orang. Vinsensius berbicara dari pengalaman”. (Butir Emas St.Vinsensius 30 September). Melalui kursus ini, kesadaranku akan saudara yang miskin dan menderita semakin diasah. Belas Kasih Allah yang telah saya alami sudah sewajarnya juga saya bagikan bagi sesama, terutama mereka yang miskin dan menderita.
Kursus Kaul Kekal KEVIN ini sungguh terorganisir secara sistematis. Tema-tema kursus diberikan secara bertahap dan mudah untuk diikuti oleh peserta. Di awal kursus, setiap peserta mendapat sebuah buku “IA MEMBUAT SEGALANYA MENJADI BAIK - Berjalan bersama Santo Vinsensius Depaul”. Buku ini mengisahkan kehidupan St.Vinsensius sejak kecil, perjalanan panggilannya dan karya-karya yang dilakukannya semasa hidupnya. Buku ini menjadi bacaan rohani bagi setiap peserta dan melalui buku ini saya sungguh mendapat pemahaman mengenai hidup dan perjuangan St.Vinsensius.
2. Aspek- aspek yang mendapat perhatian khusus selama kursus dan retret
1. Hidup Doa
Sungguh benar perkataan St.Vinsensus bahwa kerinduan kita yang paling dalam berasal dari Allah dan membahagiakan (Butir Emas St.Vinsensius 18 Juli). Sebagai pewaris semangat St.Vinsensius, dalam kursus ini hidup doa mendapat perhatian yang penting dan istimewa. Doa-doa bersama diatur secara bersama dan melibatkan semua peserta kursus dan juga pembimbing. Doa bersama ini merupakan kesempatan untuk mengalami kebaikan Tuhan. Para peserta kursus secara umum sangat menikmati doa, baik doa bersama maupun doa pribadi.
Khusus untuk ibadat malam,pembimbing memberikan kesempatan bagi para peserta untuk membuat doa kreatif. Kegiatan doa ini dilakukan secara kelompok. Usaha untuk membuat ibadat yang baik dan kreatif tentunya memerlukan kerjasama diantara anggota kelompok. Oleh karena itu, Kesempatan ini menjadi sangat istimewa dan berarti karena setiap orang diharapkan berperan untuk kemajuan kelompok.Setiap orang diharapkan dapat saling memahami dan berusaha untuk memberi yang terbaik. Biasanya wujud doa disesuaikan dengan pendalaman materi kursus pada hari yang berlangsung. Secara umum setiap kelompok sangatlah kreatif. Salah satu bentuk ibadat yang disajikan yakni menggali makna dan peran setiap orang dalam sautu komunitas.
Pada saat ibadat, setiap peserta memasukkan setangkai bunga pada sebuah vas bunga yang telah disediakan.Setangkai bunga melambangkan diri setiap orang yang bergabung dalam suatu persekutuan. Kehadiran setiap orang memberi warna tersendiri dalam kebersamaan.Melalui kegiatan ini, diharapkan setiap orang semakin menyadari perannya dan orang lain dalam suatu persaudaraan.Jadi, komunitas kita menjadi kuat dan berkembang, hal ini merupakan buah kerjasama antara semua anggota komunitas dan masing-masing anggota memiliki sumbangan untuk kemajuan komunitas.Doa ini sangat menyentuh hati para peserta kursus dan juga pembimbing.
Sebagai seorang religius, doa merupakan kebutuhan pokok. Ibarat tubuh memerlukan berbagai makanan untuk pertumbuhan dan kesehatan, demikian juaga hidup rohani memerlukan doa yang terus-menerus untuk kehidupan dan menyegarkannya. Sebagaimana dengan Yesus sang Guru yang merupakan seorang pendoa dan sekaligus juga pekerja keras.Sebelum Yesus melakukan tugas ataupun memutuskan sesuatu yang perlu untuk pelayanan-Nya, Dia berdoa dan memohon petunjuk kepada Bapa-Nya. (Luk 6 : 12).
Doa merupakan pusat hidup kristiani, sumber hidup komunitas dan karya pribadi dan bersama. Bagi St.Vinsensius sendiri doa menjadi roh yang menjiwai hidup bersama dan karya. St.Vinsensius mengungkapkan kerinduannya terhadap doa sebagai berikut:“Berilah aku seorang pendoa maka dia akan mampu melakukan segalanya”.
2.2 Persaudaraan
Setiap orang membutuhkan orang lain, sehingga dapat bertumbuh dan berkembang. Demikian halnya selama kursus ini, sungguh terasa bahwa masing-masing orang berusaha untuk saling mengenal dan membantu dalam panggilan. Keakraban dan kebersamaan diantara peserta belangsung dalam berbagai kegiatan kebersamaan, seperti makan bersama, doa bersama, belajar bersama, rekreasi bersama, sharing kelompok dan kegiatan lainnya. Kegiatan kebersamaan ini sangat membantu menumbuhkan persaudaraan antar peserta.
Perbedaan-perbedaan yang ada diantara peserta tidak menjadi soal dalam menjalin persaudaraan. Perbedaan itu merupakan kekayaan dan menjadi keindahan yang patut disyukuri. Memang dari banyak hal para peserta memiliki berbagai perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain adalah perbedaan tarekat, suku, hobi dan banyak hal lainnya. Hal yang paling berkesan bagiku secara pribadi adalah kedewasaan tiap-tiap orang untuk berusaha mengerti satu sama lain.
Melalui sharing bersama dalam kelompok, kami saling mengetahui perjuangan dan kehkasan dari tiap-tiap tarekat. Ada kekuatan dan semangat baru. Ternyata pengalaman jatuh dan pergumulan dalam panggilan dialami oleh setiap orang. Kemudian muncul kesadaran untuk senantiasa berjuang dan berusaha menekuni panggilan. Saya juga semakin menyadari bahwa keberhasilan dalam panggilan terjadi justru karena sesama juga. Dalam diri setiap orang ada sumber kebaikan, demikian pesan St.Vinsensius kepada pengikutnya (Butir Emas St.Vinsensius 18 April)
Kursus ini diikuti oleh mayoritas perempuan (26 suster). Hal ini tidak menjadi penghalang bagi para bruder dan frater untuk mengaktualisasikan diri. Kerjasama dan saling menghormati antar peserta sangat terasa. Setiap orang menerima orang lain apa adanya. Persaudaraan yang akrab juga terjadi antara peserta dengan pembimbing. Dalam kursus ini sangat terasa bahwa para pembimbing merupakan saudara dan saudari yang setia menjadi pembimbing bagi saudari yang lain.
Saat-saat kebersamaan, seperti makan bersama merupakan kesempatan untuk berbagi, bukan hanya berbagi makanan dan minuman tetap juga berbagi cerita dan pengalaman hidup. Ada saatnya seseorang yang berbicara dan saudari lain mendengarkan dan sebaliknya kadang kala menjadi pendengar.Kadang kala bila ada saudara dan saudari mengisahkan pengalaman yang lucu, yang lain serentak tertawa, hingga tak terasa waktu makanpun sudah usai.
2.3.Belajar bersama, refleksi pribadi dan bimbingan rohani
Saya sangat bersyukur karena memperoleh banyak informasi tentang kehidupan St.Vinsensius selama kursus ini. Penyusunan yang sangat sistematis antara tema yang satu dengan tema yang lain sangat membantu saya untuk memahami seluruh tema dengan baik. Para pembimbing menguasai tema masing-masing dan berusaha untuk memberi yang terbaik kepada peserta. Salah satu tema yang disajikan oleh Rm.Rafael Isharianto, CM yakni “Latar belakang dan kerinduan Vinsensius kanak-kanan” Masa kanak-kanak merupakan salah satu yang paling menentukan dalam hidup setiap orang, demikian juga untuk St.Vinsensius. St.Vinsensius pada masa kanak-kanak, merupakan seorang yang rajin, saleh, murah hati kepada orang miskin dan seorang yang saleh. Latar belakang masa kanak-kanak ini, tentulah menjadi pondasi yang kuat dalam hidup St.Vinsensius pada masa dewasanya.
Melalui pendalaman tema ini saya teringat akan masa kanak-kanak yang saya lalui beberapa tahun yang lalu. Saya juga mengakui bahwa pengalaman masa kanak-kanak juga mempengaruhi panggilan hidupku untuk menjadi seorang suster.Masih segar dalam ingatan saya, saat Romo Paroki mengunjungi gereja kami yang merupakan sebuah stasi, saya bersama teman-teman asmika (Anak Sekolah Minggu Katolik), segera berbaris untuk menyalam Romo. Pengalaman ini sungguh pengalaman yang sangat istimewa. Pengalaman ini telah menjadi motivasi bagiku untuk mengikuti Yesus melalui panggilan sebagai seorang suster. Saya yakin para peserta kursus yang lain juga mengalami hal yang sama, yakni semakin menyadari makna dan arti pengalaman masa kanak-kanak.
Sebagai mahluk sosial dan juga mahluk religius, St.Vinsensius telah berhasil menjadi seorang tokoh pembaharu dalam hidup menggereja dan bermasyarakat. Ia mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bekerja sama, mengajak, dan membina. Injil dihayati oleh St.Vinsensius secara sempurna. Ia belajar dari sang guru utama yakni Yesus Kristus. Yesus Kristus yang adalah Putra Bapa, merendahkan diri dan mengambil rupa sebagai hamba. Dia adalah hamba yang melayani sehabis-habisnya. Rm.Antonius Sad Budianto, CM sungguh memahami dengan baik mengenai Spiritualitas St.Vinsensius, dalam sebuah pengajarannya beliau dengan jelas memaparkan mengenai Lima keutamaan St.Vinsensius.Keutamaan St.Vinsensius merupakan pengembangan dari keutamaan Yesus Kristus sendiri. Lima (5) keutamaan St.Vinsensius tersebut adalah Simplisitas (Kesederhanaan), Humilitas (Kerendahan hati) , Mansuetudo (Kelembutan hati), Mortificatio (Mati raga), dan Karitas (Kasih). Saya sebagai pengikut Yesus dengan meneladani semangat St.Vinsensius, buah-buah keutamaan ini menjadi perjuangan dan tugas. Kriteria untuk mengukur apakah saya, anda dan kita semua sudah memiliki keutamaan adalah kasih kepada Allah dan sesama. Kasih kita haruslah bersifat afektif dan juga efektif. Ajakan St.Vinsensius “Marilah kita mencintai Allah dengan tenaga tangan dan peluh wajah kita (Butir emas St.Vinsensius 27 Oktober)” Disinilah menjadi semakin jelas bahwa ciri khas spiritualitas St.Vinsensius adalah spriritualitas tangan.
Beberapa tema lain yang juga mendapat perhatian dalam kursus ini adalah Buku harian- jurnal, Wawasan Gerejani Vinsensian, Biografi St.Vinsensius, Perjumpaan dengan tokoh-tokoh Rohani, Keterbukaan, Penemuan panggilan dan misiku, Pengaruh motivasi bawah sadar dan luka batin dalam hidup panggilanku, Ambisi St.Vinsensius, Cinta afektif dan effektif dan beberapa tema lainnya. Keseluruhan bahan –bahan kursus ini memberi gambaran menyeluruh mengenai perjuangan dan semangat bapak St.Vinsensius. Tema-tema tersebut diperdalam dengan berbagai pertanyaan refleksi pribadi. Hasil refleksi dapat disharingkan kepada peserta yang lain, dan terutama kepada pembimbing rohani. Pembimbing rohani memberikan masukan dan petunjuk, sehingga saya semakin berkembang dalam hidup rohani. Bagi saya hal ini sangat efektif dan telah menumbuhkan kesadaran baru akan jati diriku yang sungguh dikasihi oleh Allah. Keyakinan dan pemahamanku akan jati diriku ini semakin diperteguh dalam retret yang dipimpin oleh Rm.F.Hardjodirono, CM.
3. Penutup
Syukur yang tak terhingga patut saya haturkan kepada Tuhan yang telah memanggil saya dan saudari sekalian dalam panggilan suci ini. Segala kekayaan rohani, persaudaraan dan kesadaran sebagai jati diri yang dikasihi oleh Allah menjadi bekal dalam perjalanan selanjutnya, khususnya dalam pilihan untuk maju dalam panggilan melalui kesiapan hati untuk mengikrarkan kaul kekal seumur hidup. Saya semakin menyadari bahwa kaul religius yang saya janjikan bukan menjadi beban dan salib berat, melainkan sarana untuk setia dalam pembentukan diri, setia pada komitmen, sarana untuk mendekatkan diri pada apa yang saya pilih.Melalui kesetiaan saya untuk menghidupi kaul-kaul religius, sayapun dapat bertumbuh dalam kasih yang afektif dan efektif. Kasih yang afektif dan efektif akan mampu mendidik saya pribadi yang mandiri dan berdayaguna.Dengan demikian, saya juga dapat melayani dengan kasih yang afektif dan efektif.
Saya sangat terkesan dengan ungkapan Rm.Sad Budianto,CM saat misa terakhir yakni menggunakan kesempatan dalam kesempitan.Hal ini dimaksudkan bahwa dalam kesempatan yang sangat sempit sekalipun, saya dan kita haruslah mau dan sanggup untuk tetap melakukan tindakan kasih.Terimakasih untuk kebersamaan dan persaudaraan yang kita bina dan alami selama kursus ini. Marilah saling mendukung dan mendoakan.Semoga kita menjadi putra dan putri St.Vinsensius yang siap untuk melayani Tuhan dan sesama.Tuhan berkenan pada kita dan setia menyertai kita. Selamat!!!!
KERJASAMA DALAM KELUARGA VINSENSIAN: MODEL, PENGALAMAN, TANTANGAN
Antonius Sad Budianto CM
I. PENGANTAR
Keluarga Vinsensian adalah tema utama dari Musyawarah Umum CM 1998. Sejak itu kita mempunyai delegatus Superior General CM untuk Keluarga Vinsensian. Selain itu juga setiap tahun diedarkan surat yang disepakati dan ditandatangani oleh pemimpin internasional cabang-cabang Keluarga Vinsensian yang umumnya menyatakan tema kerjasama setiap tahun. Tema itu demikian konkrit seperti “Perang melawan Kelaparan”, “Perang melawan Malaria” dll. Tema konkrit ini diharapkan menjadi focus kerjasama Keluarga Vinsensian di setiap benua dan Negara. Karena temanya demikian konkrit, tidak setiap negara merasa tema itu sesuai untuk membentu orang miskin di negaranya, sehingga mereka juga tidak mewujudkannya dalam kerjasama mereka. Selain itu setiap cabang merupakan lembaga otonom yang mempunyai rencana masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan harapan masing-masing.
Selain soal tema, saya melihat kurangnya komunikasi di antara berbagai cabang Keluarga Vinsensian di tingkat internasional, regional(benua), maupun nasional. Dari sendirinya tanpa komunikasi yag baik mana mungkin kita mengusahakan kerjasama?
Setahu saya hanya 3 tarekat (CM, PK, dan RSV) dan 5 organisasi awam (SSV, AIC, JMV, Misevi, dan AMM) yang secara formal bergabung dalam kerjasama internasional ini. Padahal penelitian sr Betty McNeil (2006) menemukan 267 Serikat Hidup Kerasulan dan Lembaga Hidup Bakti, 10 tarekat Anglikan, dan 26 Serikat Awam yang termasuk Keluarga Vinsensian. Memang ada beberapa yang tidak hidup lagi, namun dari jumlah 305 lembaga itu, ada sekitar 183 yang masih hidup hingga kini.
Bagaimana kita dapat membangun kerjasama yang akan diikuti oleh sebagian besar anggota cabang dari Keluarga Vinsensian ini? Bagaimana bentuk kerjasama yang paling menarik dan bermakna bagi kebanyakan cabang Keluarga ini? Sejauh mana tahap kerjasama yang secara realistis dapat diikuti oleh kebanyakan anggota?
II. VINSENSIUS, ORANG YANG SELALU MENGUSAHAKAN KERJASAMA
Dipanggil oleh Allah untuk menanggapi kebutuhan orang miskin, Vinsensius tidak bertindak sendirian. Sebaliknya ia berkotbah untuk menggerakkan orang-orang untuk menanggapi kebutuhan itu. Mereka menjadi kelompok kerjasamanya yang pertama (AIC 1617) untuk melayani Allah dalam diri orang miskin, untuk melayani Allah dengan tangan yang selalu siap sedia dan keringat bercucuran. Kemudian dia mendirikan CM (1625) sebagai kelompok kerjasamanya yang kedua dalam mengikuti Kristus mewartakan injil kepada orang miskin. Ia juga mendirikan Konferensi Hari Selasa (1633) sebagai kelompok kerjasamanya yang lain dalam membaharui kehidupan imam. Pada tahun itu juga bersama Luisa de Marillac dia mendirikan Serikat Puteri Kasih (1633) sebuah kelompok gadis-gadis desa sebagai rekan kerjasamanya dalam melayani orang miskin secara total untuk seumur hidupnya.
Dalam menanggapi panggilan Penyelenggara Ilahi dengan segenap hati, Vinsensius menyentuh hati orang lain untuk bekerjasama dengannya. Dia tidak menggunakan mereka untuk melaksanakan misinya (apalagi itu bukan misinya, namun misi Allah), namun dia membina mereka untuk menyadari panggilan allah bagi mereka dan membantu mereka untuk tumbuh dalam kekudusan (bersatu dengan Allah).
Sebenarnya Vinsensius hanya mengikuti Gurunya secara konsekwen. Untuk melaksanakan misinya Yesus tidak bekerja sendiri, namun memanggil para rasulNya untuk hidup dan berkarya bersama Dia, dan menjadi kelompok kerjasamaNya. Beberapa perempuan juga mengikuti Dia dan menjadi kelompok kerjasamanya, terutama sebagai pendukungnya dalam bidang keuangan bahkan mungkin juga dalam bidang politik mengingat beberapa dari mereka isteri para pejabat teras. Dengan memanggil mereka untuk bekerjasama denganNya untuk mewartakan Kerajaan Allah, Yesus tidak mengunakan mereka sebagai sarana, namun mengasihi mereka sebagai sahabat-sahabatnya, membina mereka, dan menumbuhkan mereka dalam kekudusan dengan ajaran, pelatihan, dan teladanNya.
Kita dapat menemukan model atau teladan yang sama dalam diri masing-masing pendiri kita. Itu bisa beato Frederic Ozanam, mgr. Rutten, mgr. Zweijzen, rm. Triest, Michelis, Glorieux, Anton van Heeren, Anton van Erp dan lain-lain. Mereka semua mengumpulkan rekan bukan hanya untuk bekerja, namun untuk bertumbuh dalam kekudusan dan keutuhan sebagai pribadi.
III. TUJUAN KERJASAMA
Umumnya kita bekerjasama untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan. Lalu apakah tujuan dari kerjasama vinsensian? Saya melihat ada dua jenis tujuan kerjasama:
1. Kerjasama Instrumental
Kerjasama ini terarah pada tugas tugas. Para rekan kerja bekerjasama untuk melaksanakan suatu tugas. Di antara mereka tidak perlu ada relasi pribadi, semua dan masing-masing mereka hanyalah sarana untuk melaksanakan tugas. Contoh kerjasama ini adalah para pekerja sebuah pabrik.
2. Kerjasama Formatif
Kerjasama ini terarah pada pribadi pribadi. Mirip dengan yang pertama, mereka juga bekerjasama, namun tujuan utamanya adalah bertumbuhnya pribadi pribadi rekan kerja. Baik Yesus maupun Vinsensius telah memberi kita contoh yang baik. Dan karena itu saya yakin seharusnya inilah tujuan dari kerjasama vinsensian: pembinaan menuju kekudusan dan keutuhan pribadi.
Dalam kenyataan dua jenis kerjasama ini dapat tercampur, namun kita harus selalu sadar bahwa tujuan dan arah yang utama adalah pembinaan pribadi pribadi itu. Jika kita selalu mencamkan tujuan ini maka buahnya yang melimpah adalah pemenuhan tugas terus menerus. Baik Yesus maupun Vinsensius telah melakukannya sebagai teladan bagi kita, dan buah-buah mereka yang terus menerus dan berkelimpahan demikian meyakinkan: kristianitas bagi Yesus, kita – Keluarga Vinsensian bagi santo Vinsensius.
Pentingnya pembinaan juga demikian jelas dalam keyakinan Jean Vanier seorang nabi besar jaman kita, pendiri komunitas orang berkemampuan beda L’Arche. Dia mengingatkan kita: “Pertumbuhan sejati terjadi tatkala anggota komunitas mengintegrasikan dalam hati dan pikiran mereka visi dan semangat dari komunitas. Dengan cara itu mereka memilih komunitas sebagaimana adanya dan bertanggungjawab atasnya. Jika orang belum mengintegrasikan visi itu ke dalam diri mereka maka mereka akan cenderung untuk meniru orang lain atau mereka hanya menumpang hidup. Ini berbahaya dan akan menghambat pertumbuhan menuju keutuhan” (Community and Growth, p.131)
IV. TINGKATAN KERJASAMA
1. Kerjasama dalam membangun spiritualitas in building spirits
Roh adalah pusat keberadaan kita. Roh memberi kita kekuatan dan tujuan dari hidup dan karya kita.
Spiritualitas Vinsensian didasarkan pada Yesus Kristus utusan Bapa untuk mewartakan injil kepada orang miskin.
Contoh: Seminar dan lokakarya tentang Spiritualitas Vinsensian, Retret Vinsensian dll.
2. Kerjasama dalam membangun sikap(keutamaan)
Sikap atau keutamaan adalah kebiasaan kita dalam mereaksi pribadi-pribadi, hal-hal, atau situasi-situasi. Sementara keutamaan dibangun berdasarkan hidup rohani, sebaliknya juga keutamaan membantu tumbuhnya hidup rohani dengan mewujudkannya. Lima keutamaan vinsensian dibangun dari keutamaan Yesus utusan Bapa dan pewartaan injil kepada orang miskin.
Contoh: Seminar dan lokakarya tentang keutamaan-keutamaan vinsensian, hal ini juga dapat lebih dikhususkan dalam kerasulan tertentu seperti pendidikan, karya sosial dll.
3. Kerjasama dalam membangun ketrampilan/keahlian
Ketrampilan/keahlian adalah kemampuan untuk melakukan karya atau kerasulan kita. Semakin trampil kita semakin mudah dan baik kita dalam melaksanakan karya kita.
Ketrampilan untuk mewartakan injil kepada orang miskin dapat berupa ketrampilan untuk mengajar dan melatih mereka untuk lebih berpikir, trampil, dan bertanggungjawab dalam bekerja. Dengan demikian mereka juga akan meningkatkan taraf hidup mereka.
Contoh: Seminar Systemic change, pelatihan untuk menjadi lebih ahli dalam bidang pertanian, otomotif (perbengkelan) dll.
4. Kerjasama dalam melakukan suatu karya atau proyek tertentu.
Sepakat untuk bekerjasama dalam menghadapi masalah tertentu.
Contoh: Perang melawan Kemiskinan, Perang melawan Malaria
V. KERJASAMA KELUARGA VINSENSIAN
Pengetahuan saya tentang Kerjasama Keluaraga Vinsensian Internasional sangat sedikit. Saya mendapat informasi dari situs Familia Vinsensiana di internet (website) atau dari surat edaran superior jendral kami. Dari situ saya mendapat kesan bahwa kerjasama untuk proyek tertentu secara internasional bukan hal mudah dan hanya sedikit yang berpartisipasi. Sebagaimana telah saya katakana di muka, kebutuhan konkrit dalam setiap wilayah dunia berbeda-beda. Mungkin belajar dari situ, sejak 2006 Keluarga Vinsensian internasional tidak menyebut suatu proyek tertentu.
Saya juga belum mendengar apapun tentang kerjasama Kleuarag Vinsensian di asia Oceania, dan saya berharap kita dapat membahas hal ini sekarang. Kita dapat mulai dengan saling mengenal satu sama lain, bertukar alamat e-mail dan semoga dapat menindaklanjuti dengan saling berkomunikasi. Tak mungkin ada kerjasama tanpa komunikasi. Jika kita berkomunikasi secara teratur, maka akan tumbuhlah rasa kekeluargaan dan persahabatan. Dan rasa seperti itu akan memudahkan jalan menuju kerjasama. Berikut saya akan berbagi pengalaman saya untuk menggalang kerjasama dalam Keluarga Vinsensian Indonesia (KeVin)
VI. KELUARGA VINSENSIAN INDONESIA (KEVIN)
1. Awal mula.
Keluarga Vinsensian di Indonesia diawali oleh para provinsial tarekat yang menghayati spiritualitas vinsensian pada saat Konggres Koptari pada tahun 1995. Frater Jan Koppen provincial CMM – mungkin terinspirasi Keluarga Vinsensian di Holland dan Jerman – mengajak romo Hardjodirono provincial CM untuk mengumpulkan para provincial tarekat vinsensian disela-sela Konggres tersebut. Mereka sepakat untuk menindaklanjuti dengan menyelenggarakan Hari Studi Vinsensian di GSV (Griya Samadi Vinsensius) Prigen, Jawa Timur 16-20 Juli 1996. Hari Studi ini diikuti dengan penuh semangat oleh berbagai tarekat vinsensian tersebut. Hampir semua provincial datang dengan mengajak 2-3 orang anggotanya. Kemudian pada tahun 1998 dan 1999 diselenggarakan pembinaan bagi para Pembina (formators)
2. Pengembangan
2.1. Penyebaran
Mengadakan seminar dan lokakarya terpusat di satu tempat hanya akan diikuti oleh sebagai kecil anggota. Mulai 2002-2007 para provincial tarekat vinsensian sepakat untuk menyelenggarakan Hari Studi Vinsensian di berbagai wilayah agar dapat diikuti oleh lebih banyak anggota. Mereka mengadakannya setiap semester di berbagai wilayah yang berbeda: Pematang Siantar (Sumut), Yogyakarta (Jateng), Kupang (NTT), Kediri (Jatim). Di setiap wilayah itu Hari Studi Vinsensian menyadarkan anggota bahwa mereka memiliki satu spiritualitas sumber (vinsensian), walaupun setiap pendiri tarekat mengkonkritkan spiritualitas itu sesuai dengan jaman dan situasi masing-masing. Kesatuan spiritualitas ini juga membangun rasa atau semangat persaudaraan bahwa kita semua termasuk dalam satu keluarga yang sama.
2.2. Temu Kaum Muda Vinsensian (TKMV)
Kami juga memikirkan untuk menyebarkan spiritualitas ini kepada kaum muda. Maka bulan Agustus 2002 kita mulai TKMV I di GSV Prigen. Kita mengundang juga anggota tarekat Kevin untuk ikut ambil bagian. Mereka menanggapi dengan mengirim bruder, suster, frater. Sekitar 120 orang mudika terutama dari paroki-paroki dimana CM berkarya, bahkan juga dari Kalimantan Barat ikut ambil bagian. Sejak itu Program ini diadakan setiap tahun. Beberapa wilayah seperti Jakarta dan Nangapinoh Kalbar juga berhasil mengadakan yang serupa di wilayah mereka
2.3. Misi Umat
Kita juga mengajak anggota Kevin untuk ambil bagian dalam Misi Umat tahunan. Beberapa suster, bruder, frater, bahkan imam ikut ambil bagian sejak beberapa tahun terakhir ini. Semakin banyak misionaris semakin baiklah Misi Umat, karena biasanya meliputi wilayah yang luas. Lebih-lebih ketika uskup Banjarmasin meminta kita untuk memberi Misi umat di berbagai wilayah keuskupannya selama 3 tahun berturut-turut. Setiap tahun lebih dari 100 misionaris terlibat dalam Misi Umat ini.
3. Pendalaman
Di samping menyebarluaskan semngata vinsensian dan rasa ikut menjadi bagian dalam Kevin, kami yakin juga dibutuhkan pendalaman kita akan spiritualitas ini. Beberapa hari seminar kurang memadai untuk pendalaman ini. Maka kita mengadakan dan merencanakan kegiatan-kegiatan yang lebih lama.
3.1. Persiapan Kaul Vinsensian.
Program ini telah mulai dilaksanakan 2005 dan 2006 masing masing sekitar 2 pekan, namun hanya 2 tarekat ambil bagian. Walau para provincial telah setuju untuk penyelenggaran program ini, namun itu tak dari sendirinya membuat mereka berkomitmen untuk mengirim anggotanya ikut ambil bagian. Kita perlu mensosialisasikan program serius ini agar para provinsial tergerak untuk mengirimkan anggota mereka. Sebelum sosialisasi tentu kita perlu merumuskan dengan baik tujuan kursus kaul ini dan isi programnya, materi, metode dan prosesnya. Selain itu perlu membangun staf yang kompeten dan berkomitmen. Untuk ini kami mengajak mereka yang kompeten dari berbagai tarekat untuk berpartisipasi. Setelah memiliki konsep yang jelas tentang kursus ini dan staf yang dapat dipercaya kami mengirim undangannya ke setiap tarekat. Sadar bahwa undangan lewat e-mail tidak memadai, maka kami menindaklanjuti dengan menelpon, bahkan mengunjungi tarekat-tarekat tersebut. Hasilnya memang luarbiasa. Kita melaksanakan kursus kaul ini 1 bulan penuh Mei 2009 di GSV diikuti oleh 23 peserta dari 8 tarekat. Ada 2 staf purna waktu pria dan wanita, dan didukung oleh beberapa staf paruh waktu serta nara sumber. Program ini meliputi mendalami spiritulaitas vinsensian, ajaran sosial gereja, live-in, analisa sosial, hidup komunitas vinsensian, dan retret. Kita laksanakan program ini dengan metode proses kelompok (sharing, rekreasi, piknik, olahraga, permainan), refleksi pribadi, dan bimbingan rohani pribadi. Dalam evaluasi semua peserta menyampaikan rasa puas dan terima-kasih mereka.
3.2. Kursus Medior Vinsensian
Kita juga merencanakan sebuah kursus untuk kelompok medior anggota tarekat vinsensian. Beberapa tema yang sesuai bagi mereka misalnya, kepemimpinan vinsensian, mengelola krisis, tahap-tahap kehidupan, menemukan misi pribadi, tumbuh menuju keutuhan.
4. Perwujudan
Agar spiritualitas vinsensian terwujud dalam karya, maka kita juga menggalang kerjasama antar anggota yang berkarya dalam kategori kerasulan yang sama.
4.1. Forum Pendidikan Vinsensian
Karena hampir semua tarekat berkarya dalam bidang pendidikan, maka kita mulai dengan kategori ini. Semula kita bermaksud mengumpulkan anggota Kevin dari berbagai tarekat yang ahli di bidang spiritulaitas dan pendidikan untuk menyusun kurikulum pendidikan vinsensian. Namun setelah berdialog dengan beberapa anggota yang berkarya di bidang pendidikan persekolahan, kita mengubah rencana tersebut. Menyediakan kurikulum belum tentu dapat diterapkan dalam sekolah-sekolah kita. Lebih baikkita membentuk suatu Forum tempat berkumpul anggota Kevin yang berkarya di bidang pendidikan. Di situ mereka dapat saling berbagi, berdiskusi, mengundang pakar untuk seminar. Kemudian biarlah mereka yang memutuskan apa strategi yang tepat untuk menerapkan nilai-nilai spiritualitas vinsensian dalam pendidikan.
Pertemuan pertama diawali oleh Kevin di GSV 14-16 Agustus 2009. Menggembirakan sekali ada 42 peserta dari 10 tarekat yang hadir. Prosesnya dimulai dengan mendengarkan apa yang telah mereka lakukan di sekolah untuk menanamkan cinta kepada orang miskin. Kemudian diberikan 2 masukan. Pertama, tentang “Katekismus Pendidikan Vinsensian” yang menjabarkan konsep-konsep dasar pendidikan vinsensian. Kedua, “Jalan Vinsensian” yang berisi kutipan kata-kata santo Vinsensius yang relevan bagi pendidikan, disertai beberapa model bagaimana persekolahan yayasan Lazaris (CM) menerapkan nilai-nilai vinsensian dalam kurikulum sekolah.
Semua peserta sangat antusias ambil bagian dalam pertemuan ini dan sepakat untuk membentuk Forum ini. Mereka memilih beberapa fungsionaris untuk mengoraganisir Forum ini.
4.2. Forum Karya Sosial Vinsensian: Systemic Change
Mungkin agak aneh bahwa karya sosial bukan merupakan karya yang dominant dalam berbagai tarekat vinsensian. Beberapa tarekat vinsensian baru saja memulai Yayasan Karya Sosial di tarekatnya akhir-akhir ini. Sejauh pengamatan saya pada umumnya tarekat belum sungguh-sungguh memperhatikan mendukung yayasan seperti itu. Yayasan itu berkarya dalam berbagai bidang mulai pertanian, perburuhan, anak jalanan. Umumnya staf yang berkarya adalah relawan dengan sedikit honorarium.
Kami yakin banyak hal perlu dilakukan untuk mendukung kerasulan sosial ini. Karena itu kami berencana untuk memulai Forum Karya Sosial Vinsensian. Kiranya gerakan Perubahan Sistemik dapat diwujudkan dalam Forum ini
5. Penemuan dan Tantangan
5.1. Penemuan
- Tumbuhnya rasa kekeluargaan dan persahabatan sebagai buah sekaligus dasar untuk kerjasama.
- Disamping studi dan lokakarya bersama, penting sekali berkunjung ke komunitas-komunitas yang termasuk Keluarga Vinsensian, terutama rumah pusat mereka. Relasi personal adalah cara yang paling efektif untuk mengembangkan kerjasama apa saja.
- Pemahaman yang lebih kaya dan lebih jelas akan spiritualitas vinsensian, karena pendiri setiap cabang memberi tekana yang berbeda dalam mewujudkan spiritualitas vinsensian. Saling berbagi spiritualitas kita laksana menyusun mosaic yang indah dan warna-warni dari spiritualitas vinsensian.
-
5.2. Tantangan
- Karena setiap tarekat telah sibuk dengan agenda masing-masing, maka menawarkan program Kevin harus dilakukan dengen banyak sabar dan rendah hati. Seringkali mereka kurang memperhatikan tawaran itu dan tidak memberi tanggapan. Sering juga mereka lupa adanya tawaran itu. Atau kadang mereka menolak begitu saja tanpa sungguh membaca dan mengerti tawaran tersebut. Kita harus tabah dan tanpa malu terus berkomunikasi berulang-ulang untuk menjelaskan dan meyakinkan pentingnya program itu bagi mereka.
- Sedikit sekali pemahaman spiritualitas vinsensian di antara anggota Kevin. Banyak cabang – baik organisasi awam maupun tarekat – memandang santo Vinsensius hanya sebagai pelindung karya, sehingga mereka perlu menggali spiritualitas dari sumber-sumber lain. Saya yakin perlunya banyak menulis tentang spiritualitas vinsensian, untuk menunjukkan bahwa jalan vinsensian bukan hanya jalan untuk berkarya, namun jalan menuju Allah. Gereja dalam dunia yang semakin secular dewasa ini membutuhkan –lebih dari yang sudah sudah- spiritualitas keterlibatan (bukan pelarian dari dunia), suatu spiritualitas yang peduli dan tanggap pada permasalahan-permasalahan manusia, suatu spiritualitas injili yang sejati seperti spiritulitas vinsensian. Inilah sebabnya mengapa Vinsensius bersiteguh mempertahankan semua lembaga yang didirikannya agar tetap sekular, untuk menunjukkan dengan jelas bahwa spiritualitasnya yang tanggap akan masalah manusia berbeda dengan aliran aliran besar spiritualitas waktu itu. Spiritualitasnya telah menarik banyak orang pada jamannya dan masih jutaaan orang lagi yang termasuk dalam Keluarga Vinsensian setelah kematiannya dan mendapati spiritualitas itu sangat mengena bagi hidupnya.
- Masih sangat sedikit kerjasama yang ada antara vinsensian awam dengan vinsensian religius. Walaupun organisasi awam itu mandiri, mereka membutuhkan dukungan dan bimbingan rohani, jika tidak mereka bisa mengalami kekeringan rohani dan melupakan panggilan vinsensiannya. Selain itu seorang religius biasanya dianggap netral sehingga dapat menjadi penengah saat mereka berkonflik. Selain itu, mereka akan lebih dipercaya oleh hierarki Gereja dan awam lain jika mereka mempunyai rohaniwan sebagai pembimbing rohani, sehingga lebih mudah untuk mendapat tambahan anggota. Di lain pihak mendampingi umat awam dalam hidup dan kerasulannya akan mengembangkan kehidupn rohani si religius sendiri dan membuatnya lebih membumi dalam menghayati panggilannya.
- Walaupun sulit untuk menjalin kerjasama untuk suatu proyek yang sangat konkrit di tingkat nasional, masih banyak peluang kerjasama di tingkat membangun sikap/keutamaan dan ketrampilan dalam kerasulan yang sekategori (pendidikan, karya sosial, formation, kesehatan dll)
* versi bahasa Inggris makalah ini disampaikan pada Formation Session Vincentian Family in Asia Oceania in Bangkok Nopember 2009.